Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Turki Dilanda Badai Inflasi Akankah Erdogan Bertahan?

3 Januari 2022   18:44 Diperbarui: 3 Januari 2022   19:20 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erdogan. Photo: Getty Images. 

Tahun 2023 adalah tahun kritis bagi popularitas Erdrogan karena di tahun inilah ujian terberat akan dialaminya melalui pemilu.

Erdogran mungkin masih merupakan presiden yang popular di kalangan masyarakat Turki, namun bagi masyarakat Turki kenyataan pahit sulitnya kehidupan sehari hari adalah  kenyataan yang harus diterimanya.

Nasionalisme yang ditunjukkan oleh Erdogan dalam melawan pengaruh ekonomi Amerika ternyata tidak membuahkan hasil karena ekosistem perekonomian Turki yang rapuh.

Grand design rekonstruksi ekonomi yang dilakukan Erdogan dalam menghadapi tekanan pemilu 2023 dengan cara mendorong perubahan kebijakan untuk meningkatkan sektor manufaktur dan ekspor serta mengurangi pengaruh pasar internasional pada perekonomian Turki masih mengundang tanda tanya besar.

Masyarakat Turki sudah terlanjur spektis melihat kenyataan perekonomian Turki yang semakin memburuk.

Memburuknya prekonomian Turki dapat dilihat pada tiga indikator  berikut:

Pertama :  Kenaikan harga makanan tahunan yang berkontribusi sebesar 25%,   mencapai 43,8% pada bulan Desember. Angka ini  jauh di atas perkiraan resmi bank sentral yaitu sebesar 23,4%.

Kedua:  laju inflasi energi naik menjadi 42,93% di bulan Desember dari 32,14% di bulan sebelumnya

Ketiga : Indeks inflasi tahunan menunjukkan harga selain  makanan dan energi naik 31,88% dibandingkan dengan 17,62% pada bulan November.

Secara keseluruhan angka Inflasi Turki pada bulan Desember  tertinggi  dalam kurun waktu 19 tahun. Hal ini utamanya disebabkan karena pelemahan nilai mata uang Turki Lira  dan kebijakan Recep Tayyip Erdogan yang mendorong  pinjaman murah.

Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah  tingkat inflasi konsumen tahunan naik menjadi 36,08% pada bulan Desember yang merupakan angka tertinggi sejak September 2002 dan meningkat  tajam dari 21,31% di bulan November. Laju inflasi ini diperkirakan akan terus meningkat sampai dengan bulan juni 2022 mendatang.

Jurus Erdogan untuk mengurangi pelemahan nilai Lira melalui pemberian kompensasi kepada pemegang Lira ketika pelemahan nilai Lira penurunannya mencapai nilai tertentu tetap saja tidak mempan karena pelemahan Lira terus berlanjut hingga  mencapai 31%.

Demikian juga pemangkasan suku bunga acuan sebesar 500 basis poin oleh Bank sentral Turki sejak bulan September 2020 tetap saja tidak dapat menahan kenaikan harga.

Akselerasi inflasi ini  menyebabkan suku bunga acuan Turki yang disesuaikan dengan inflasi menjadi negatif 22,08% yang merupakan  angka  terendah di antara  negara berkembang.

Pada tahun 2020 lalu keputusan untuk memangkas lima poin persentase suku bunga acuan bank sentral menyebabkan penurunan nilai Lira sekitar 44% menjadikan mata uang Lira yang terburuk dibandingkan dengan mata uang diunia lainnya.

Selama tahun 2020 Lira telah kehilangan nilainya sebesar 48% terhadap dollar Amerika dan penurunan nilai terbesar terjadi di bulan  Nopember 2020 lalu.

Dampak dari pelemahan nilai Lira ini tentunya langsung dirasakan oleh masyarakat.  Sebagai contoh berdasarkan data yang dikeluarkan oleh kantor statistik Turki harga gandum naik  109%, harga minyak goreng  naik 137%, harga toilet  paper naik 90%, harga gula naik 90% dan harga gas naik 102%.

Salah seorang pensiunan  pensiunan pengemudi truk mendapat pensiun sebesar US$ 56  sebulan atau setara dengan Rp. 800.000.  Untuk hidup bersama istri dan anaknya uang pensiun ini jauh lebih cukup karena uang pensiun saat ini hanya cukup untuk menghidupi satu orang saja.  Pada saat yang bersamaan dia harus membayar sewa rumah sebesar US$ 140 per bulan atau setara dengan Rp. 2.000.000.

Ekonomi Turki memang  diprediksikan akan tumbuh pada level di atas % namun penurunan nilai Lira menjadi permasalahan seirus bagi Erdogan untuk bertahan.

Di lihat dari segi eksternal, kepemimpinan Endrogan memang tidak popular di kalangan Uni Eropa yang terus menekan Turki terkait masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia dan pelakukan nya terhadap lawan politik.

Konflik ekonomi yang terjadi sejak pemerintahan Trump masih terus berlanjut di era pemerintahan Joe Biden dan turut memperburuk perekonomian Turki.

Ketika rakyat Turki  lapar maka hal hal yang diluar perhitungan politik Erdogan dapat saja menjadi bola liar.

Rujukan: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun