Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah  tingkat inflasi konsumen tahunan naik menjadi 36,08% pada bulan Desember yang merupakan angka tertinggi sejak September 2002 dan meningkat  tajam dari 21,31% di bulan November. Laju inflasi ini diperkirakan akan terus meningkat sampai dengan bulan juni 2022 mendatang.
Jurus Erdogan untuk mengurangi pelemahan nilai Lira melalui pemberian kompensasi kepada pemegang Lira ketika pelemahan nilai Lira penurunannya mencapai nilai tertentu tetap saja tidak mempan karena pelemahan Lira terus berlanjut hingga mencapai 31%.
Demikian juga pemangkasan suku bunga acuan sebesar 500 basis poin oleh Bank sentral Turki sejak bulan September 2020 tetap saja tidak dapat menahan kenaikan harga.
Akselerasi inflasi ini  menyebabkan suku bunga acuan Turki yang disesuaikan dengan inflasi menjadi negatif 22,08% yang merupakan  angka  terendah di antara  negara berkembang.
Pada tahun 2020 lalu keputusan untuk memangkas lima poin persentase suku bunga acuan bank sentral menyebabkan penurunan nilai Lira sekitar 44% menjadikan mata uang Lira yang terburuk dibandingkan dengan mata uang diunia lainnya.
Selama tahun 2020 Lira telah kehilangan nilainya sebesar 48% terhadap dollar Amerika dan penurunan nilai terbesar terjadi di bulan  Nopember 2020 lalu.
Dampak dari pelemahan nilai Lira ini tentunya langsung dirasakan oleh masyarakat.  Sebagai contoh berdasarkan data yang dikeluarkan oleh kantor statistik Turki harga gandum naik  109%, harga minyak goreng  naik 137%, harga toilet  paper naik 90%, harga gula naik 90% dan harga gas naik 102%.
Salah seorang pensiunan  pensiunan pengemudi truk mendapat pensiun sebesar US$ 56  sebulan atau setara dengan Rp. 800.000.  Untuk hidup bersama istri dan anaknya uang pensiun ini jauh lebih cukup karena uang pensiun saat ini hanya cukup untuk menghidupi satu orang saja.  Pada saat yang bersamaan dia harus membayar sewa rumah sebesar US$ 140 per bulan atau setara dengan Rp. 2.000.000.
Ekonomi Turki memang  diprediksikan akan tumbuh pada level di atas % namun penurunan nilai Lira menjadi permasalahan seirus bagi Erdogan untuk bertahan.
Di lihat dari segi eksternal, kepemimpinan Endrogan memang tidak popular di kalangan Uni Eropa yang terus menekan Turki terkait masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia dan pelakukan nya terhadap lawan politik.
Konflik ekonomi yang terjadi sejak pemerintahan Trump masih terus berlanjut di era pemerintahan Joe Biden dan turut memperburuk perekonomian Turki.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!