Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh tim pengendalian Covid-19 di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah melacak keberadaan penderita Covid dengan tujuan agar penyebaran virus yang mematikan ini dapat dikendalikan.
Namun di lapangan satgas Covid biasanya mengandalkan laporan pasien Covid yang selama ini ditengarai banyak yang tidak jujur terkait keberadaannya dan akitivitasnya, sehingga menjadi salah satu faktor yang berperan besar dalam penyebaran virus ini.
Perkembangan teknologi Artificial Intelligence dan juga Facial recognition kini dapat menjadi penentu keberhasilan satgas Covid untuk melacak keberadaan orang sudah didiagnosa tertular Covid.
Prinsip dasar teknologi terbaru pelacakan keberadaan dan pergerakan penderita covid ini adalah menggabungkan teknologi algoritme kecerdasan buatan dan teknologi pengenalan wajah untuk menganalisis rekaman yang dikumpulkan dari kamera CCTV ataupun kamera lainnya yang di pasang di tempat umum.
Dengan penggabungan teknologi ini petugas akan  dapat melacak pergerakan penderita  Covid, dengan siapa saja penderita ini melakukan kontak, apakah di tempat umum penderita ini memakai masker atau tidak.
Salah satu negara yang akan menerapkan  teknologi  ini dalam waktu dekat adalah Korea Selatan.
Penerapan teknologi ini di Korea Selatan memang masih menimbulkan debat karena menyangkut undang undang kerahasiaan pribadi.
Namun atas pertimbangan kepentingan nasional untuk mengendalikan Covid ini pemerintah Korea Selatan akhirnya memutuskan untuk menerapkan teknologi ini.
Sebagaimana yang kita ketahui Korea Selatan saat ini sedang berjuang untuk menekan melonjaknya kembali jumlah penderita Covid ini akibat varian  baru Delta maupun Omicron
Korea Selatan akan mulai menggunakan teknologi pelacakan terbaru ini mulai bulan Januari mendatang  di wilayah  Bucheon yang merupakan salah satu kota terpadat di pinggiran kota Seoul.
Negara lain yang juga mempertimbangkan penggunaan teknologi ini untuk mengendalikan Covid 19 adalah Tiongkok, Rusia, India, Polandia dan Jepang serta beberapa negara bagian AS. Â Namun penerapannya masih terkendala perangkat hukum yang ada terkait undang undang kerahasiaan pribadi.
Namun tampaknya ke depan perangkat hukum yang ada kemungkinan akan disesuaikan dengan kebutuhan yang mendesak ini untuk mengendalikan penyebaran virus yang mematikan ini.
Akurat dan Efisien
Keberadaan teknologi pengenalan wajah untuk melacak pergerakan penderita Covid memang sangat menjanjikan.
Teknologi yang digunakan untuk melakukan pengawasan pergerakan yang dilakukan oleh Satgas Covid di dunia umumnya sangat masif dan memakan waktu lama.  Biasanya petugas mengalisa rekaman yang didapat dari CCTV atau kamera lain  yang dipasang di tempat umum secara manual.
Analisa secara manual ini disamping memerlukan waktu yang sangat lama juga menyangkut tingkat akurasi yang sangat tergantung pada petugas yang menganalisanya.
Namun dengan penggunaan teknologi kecerdasan buatan dan teknologi pengenalan wajah untuk menganalisa hasil rekaman ini akan jauh lebih akurat dan efisien.
Teknologi ini hanya memerlukan waktu sekitar 5 menit saja untuk melacak pergerakan 10 orang.
Waktu pelacakan yang diperlukan teknologi ini memang sangat efisien karena jika dilakukan pelacakan secara manual untuk melacak pergerakan satu orang umumnya petugas memerlukan waktu berjam jam.
Penerapan teknologi ini tentunya tidak akan berdiri sendiri karena akan terkait erat dengan masalah penegakan hukum pagi penderita covid yang melanggar aturan karantina yang diwajibkan.
Penggunaan teknologi pengenalan wajah yang digabung dengan teknologi kecerdasan buatan ini memang sangat luas penggunaannya seperti misalnya melacak pelaku kejahatan, teroris, bandar narkoba dllnya.
Dengan melakukan koneksi informasi antar negara yang menggunakan teknologi ini maka pelacakan orang yang dicari oleh suatu negara akan dilakukan lebih cepat dan akurat karena teknologi kecerdasan buatan dapat menganalisa rekaman yang berisi orang yang dicari walaupun misalnya telah mengubah penampilan dan wajahnya.
Rujukan: satu, dua, tiga, empat, lima