Jika di jaman jadul tanda centrang merupakan tanda kebenaran sebuah jawaban yang di buat oleh siswa, maka di Kompasiana ternyata tanda centrang saja tidaklah cukup, karena warna juga menentukan kualitas centrang.
Kompasiner yang tidak ada embel embel centrang alias warna centrangnya "transparan" seringkali diartikan oleh sebagian orang sebagai kompasianer yang kurang bonafit. Benarkah demikian?
Tentu saja tidak benar, karena kompasianer yang belum ada centrang nya ini bisa jadi adalah seorang penulis professional namun sengaja tidak mau melengkapi persyaratan administrasinya sehingga tidak muncul centrangnya atau belum terlihat oleh admin kepiawaiannya.
Warna centrang hijau sering diartikan bahwa kompasianer tersebut memiliki naunsa kepribadian yang sejuk, karena  warna hijau tentunya menyejukkan mata. Â
Jika dihubungkan dengan lalu lintas kompasiener warna hijau ini tidak bermasalah karena warna lampu jalanan hijau berarti boleh jalan melenggang dan membuat pengguna jalan sumringah.
Tidak hanya sampai disitu saja, warna hijau juga melambangkan hutan dan alam yang asri dan menyejukkan, sehingga tidak jarang kompasianer dengan centrang warna hijau ini dikategorikan sebagai pelestari alam semesta.
Kompasianer yang berlabel biru seringkali diartikan sebagai penulis yang berpandangan luas dan bijak karena warna biru  melambangkan angkasa biru tanpa batas, yang mencerminkan luasnya pengetahuan yang dimilikinya.
Terkadang ada kompasiner dengan warna biru yang masih "meledakkan" emosinya di tulisannya.  Hal ini tentunya sangat wajar karena langit biru tidaklah selalu bersih terkadang ada awannya sedikit bahkan jika mau hujan awannya hitam mengerikan.  Namun jauh di atas awan tadi tetap ada langit biru yang  maha luas.
Dari segi ilmu kejiwaan gejolak ini sangatlah wajar dan alami karena ibarat orang yang memasuki puber kedua tentunya  menghendaki sesuatu yang lebih spektakuler.
Bagaimana solusinya? Gampanglah, ...... tinggal menambah warna centrang baru yaitu centang warna putih.