Di berbagai disiplin ilmu utamnya  science frontier peran Artificial Intelligence (AI) semakin dominan.Â
Sebagai contoh di bidang ilmu kedokteran berbagai mekanisme prediksi akan berkembangnya suatu penyakit banyak sekali mendapat bantuan AI.
Dalam berbagai kasus AI memang dapat memecahkan berbagai permasalahan yang sangat kompleks sekaligus memberikan berbagai prediksi solusinya.
Oleh sebab itu ke depan dalam bidang Ipteks era AI tampaknya tidak dapat lagi dihindari dan diperkirakan akan mendominasi utamanya  di bidang science frontier.
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah apakah  peran manusia akan secara bertahap akan diambil alih oleh AI?
Akankah AI terus berkembang, berevolusi  semakin canggih dalam memecahkan suatu permasahakan dan bahkan dapat menemukan sesuatu yang selama ini hanya dapat dilakukan oleh manusia?
Era  sistem AI sebagai inventor yang menghasilkan paten baru saja  diakui oleh pengadilan Australia.  Artinya kini paten tidak saja dapat dihasilkan dan dimiliki oleh manusia sebagai inventor, namun juga oleh suatu sistem.
Kita tentunya dapat membayangkan ke dapan akan banyak sekali invensi dan hak paten yang akan dihasilkan oleh sistem AI karena  pengembangan AI ini hampir tidak terbatas.
Salah satu sistem dan mesin AI yang menimbulkan debat di dunia adalah DABUS yang dikenal sebagai sistem jaringan syarat tiruan (artificial neural system). Â DABUS merupakan singkatan "Device for the Autonomous Bootstrapping of Unified Sentience."
Inovasi yang dihasilkan oleh DABUS ini berbasis sistem saraf tiruan  yang menggabungkan memori  dari berbagai elemen yang dianalisa dan dipelajari oleh sistem dan menjadi penemuan potensial.
Selanjutnya berbagai alternatif hasil yang diperoleh dievaluasi dan direspon  oleh sistem AI untuk menentukan langkah berikutnya yang dilakukan. Proses ini akan terus berlangsung sampai tujuannya tercapai.
Proses berpikir AI ini menyerupai manusia karena dapat mengalisa berbagai kemungkian penyelesaian masalah  dan berpikir  mencari solusinya.  Hanya saja bedanya AI  dapat terus mencari solusi dan kemungkinan tanpa Lelah dan hasilnya dapat saja di luar pemikiran manusia.
Pengadilan Afrika Selatan untuk pertama kalinya di dunia mengakui DABUS sebagai inventor. Pengakuan ini tentunya akan membuka era baru dimana inventor tidak lagi identik  dengan manusia.
Sebagai konsekuensinya maka akan banyak lagi temuan temuan yang dilakukan oleh sistem AI yang akan diakui sebagai paten dan akan mendobrak pakem tradisional bahwa inventor itu harus manusia.
Sebagai contoh saat ini jika suatu perusahaan obat obatan menggunakan AI dan menemukan obat baru, maka obat tersebut tidak dapat dipatenkan. Â Sampai saat ini di bidang pharmaceutical hanya orang yang dapat menghasilkan paten,.
Kecanggihan DABUS
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya DABUS bekerja atas dasar prinsip jaringan syarat tiruan. Kemampuan yang sangat luar biasa dari DABUS ini membuatnya dapat deprogram untuk melakukan invensi.
DABUS dapat mengolah informasi, berproses dan menyimpannya dalam memori secara berulang dan  terus menerus  sehingga berujung pada suatu temuan yang menakjubkan.
Dengan kemampuan melakukan invensi ini di tahun 2019 DABUS menghasilkan puluhan temuannya yang saat ini sedang diproses patennya di Eropa.
Sebagai gambaran ada dua hasil invensi DABUS yang sangat komplek dan sangat berguna yaitu desain kontainer dengan sistem "fractal geometry" yang dapat ditumpuk dan ditangani oleh robot dengan mudah dan sebuah alat yang dapat meniru aktivitas syaraf manusia.
Â
Pengakuan pengadilan Australia dan Afrika Selatan bahwa hasil invensi AI dapat dipatenkan memang menilbulkan debat di kalangan ahli hukum.
Perbedaan pendapat terakit hal ini memang masih tajam karena ada yang berpendapat bahwa penemu sistem dapat mengklaim karyanya sebagai paten tapi hasil temuan AI tidak dapat dipatenkan.
Salah satu kasus yang cukup menarik terjadi di tahun 2019 ketika Siemens berhasil menciptakan sistem suspense mobil generasi terbaru namun tidak dapat dipatenkan karena invensi tersebut dikembangkan dan merupakan hasil karya AI.
Kemampuan AI untuk berkeasi juga sudah dimanfaatkan di bidang industri musik dan seni. Â Sebagai contoh sebuah karya seni yang diciptakan oleh AI berhasil terjual seharga US$600.000 di pelelangan Christie pada tahun 2018 lalu.
Pada tahun 2017 lalu pemerintah Arab Saudi memberikan kewarganegaraan bagi Sophia yang merupakan robot yang tentunya menimbulkan debat apakah robot dapat disamkan dengan manusia.
Tidak pelak lagi perdebatan apakah AI dapat menjadi inventor atau tidak dapat dipastikan akan terus belanjut.
Mari kita merenung sejenak ......
Jika produk AI dikategorikan sebagai suatu penemuan atau invensi lantas siapa penemunya? Sistem AI kah ? Jika dalam suatu proses invensi manusia mutlak dilibatkan maka dalam kasus AI siapa penemunya? Apakah programmer nya, pemiliknya, operator, penginput data  atau pihak lainnya?
Ke depan era AI ini akan semakin merajai dan masuk kesegala sendi kehidupan manusia oleh sebab itu mau tidak mau masalah krusial terkait hak paten ini  harus segera diselesiakan  untuk mencegah timbulnya ketidak pastian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H