Â
Pengakuan pengadilan Australia dan Afrika Selatan bahwa hasil invensi AI dapat dipatenkan memang menilbulkan debat di kalangan ahli hukum.
Perbedaan pendapat terakit hal ini memang masih tajam karena ada yang berpendapat bahwa penemu sistem dapat mengklaim karyanya sebagai paten tapi hasil temuan AI tidak dapat dipatenkan.
Salah satu kasus yang cukup menarik terjadi di tahun 2019 ketika Siemens berhasil menciptakan sistem suspense mobil generasi terbaru namun tidak dapat dipatenkan karena invensi tersebut dikembangkan dan merupakan hasil karya AI.
Kemampuan AI untuk berkeasi juga sudah dimanfaatkan di bidang industri musik dan seni. Â Sebagai contoh sebuah karya seni yang diciptakan oleh AI berhasil terjual seharga US$600.000 di pelelangan Christie pada tahun 2018 lalu.
Pada tahun 2017 lalu pemerintah Arab Saudi memberikan kewarganegaraan bagi Sophia yang merupakan robot yang tentunya menimbulkan debat apakah robot dapat disamkan dengan manusia.
Tidak pelak lagi perdebatan apakah AI dapat menjadi inventor atau tidak dapat dipastikan akan terus belanjut.
Mari kita merenung sejenak ......
Jika produk AI dikategorikan sebagai suatu penemuan atau invensi lantas siapa penemunya? Sistem AI kah ? Jika dalam suatu proses invensi manusia mutlak dilibatkan maka dalam kasus AI siapa penemunya? Apakah programmer nya, pemiliknya, operator, penginput data  atau pihak lainnya?
Ke depan era AI ini akan semakin merajai dan masuk kesegala sendi kehidupan manusia oleh sebab itu mau tidak mau masalah krusial terkait hak paten ini  harus segera diselesiakan  untuk mencegah timbulnya ketidak pastian.