Kita mungkin masih ingat ketika orang mengirim foto potongan daging yang lemaknya seolah membentuk tulisan tertentu. Â Demikian juga dengan foto awan yang diyakini oleh pengambil fotonya membentuk tulisan yang terkait dengan keyakinan tertentu.
Fenomena dan kehebohan  seperti ini memang tidak hanya terjadi di belahan dunia lain.  Sebagai contoh selepas ledakan dasyat akibat Gudang kimia meledak dan meluluh lantakkan  kota Pelabuhan di Beirut pada tahun 2020 lalu terbentuk awan yang oleh sebagian orang diterjemahkan sebagai bentuk wajah iblis.
Sebagai contoh kerusakan Pedra da Gvea, sebuah batu besar di luar Rio de Janeiro, Brasil, menimbulkan kesan yang banyak diartikan sebagai wajah manusia.
Banyak orang mengira gambar yang diambil pada tahun 1976 oleh misi Viking 1 menunjukkan wajah di Mars yang mungkin merupakan sisa-sisa peradaban kuno.
Pada tahun 2007 di Singapura, kalus di pohon menyerupai monyet, membuat orang percaya untuk memberi penghormatan kepada "dewa monyet."
Dalam dunia ilmiah utamanya psikologi fenomena ini dikenal dengan pareidolia.
Pareidolia merupakan  fenomena psikologis di mana pikiran kita merespons stimulus, biasanya gambar atau suara, dengan mengamati pola yang akrab dengan kita namun sebenarnya gambar dan suara tersebut tidak ada.
Pareidolia menyangkut interpretasi objek yang sebelumnya tidak terlihat dan tidak terkait dengan kita namun menjadi akrab karena pengalaman yang pernah kita alami sebelumnya.
Biasanya Pareidolia menyangkut  ilusi visual objek bermakna seolah olah  seperti wajah manusia dan hewan.  Gambaran ini diperkirakan muncul dari bentuk ambigu yang tertanam dalam bentuk visual dan memiliki kemiripan fenomenologis yang mencolok dengan halusinasi visual.
Oleh sebab itu tidak jarang kita pernah mengalami Pareidolia dalam  hidup kita ketika kita menjalankan aktivitas keseharian kita.
Pareidolia merupakan  respons terhadap keadaan emosional, seperti ketakutan atau kekhawatiran, namun dapat juga terjadi secara acak.
Perbedaan dalam cara orang memandang sesuatu juga dapat menjelaskan mengapa sebagian orang dapat melihat bentuk dalam gambar abstrak sementara yang lain tidak. Â Demikian juga terkadang ada sebagian orang yang dapat mendengarkan hal hal yang tidak terdengar oleh orang lain.
Hal yang menarik lainya dari Pareidolia ini adalah terjadi juga pada bayi usia 8-10 bulan dan juga pada pasien demensia dan penderita Parkinson.
Pareidolia dalam bentuk imajinasi seolah melihat wajah tampaknya merupakan fenomena universal,dan bahkan fenomena ini ditemukan pada penderita autis sekalipun.
Para peneliti sudah mencoba mencari penyebab mengapa Pareidolia dapat terjadi namun secara umum masih belum dapat ditentukan dengan pasti penyebab pareidolia ini.
Mereka memang sudah mengetahui bagian otak mana yang berperan dalam pemrosesan rangsangan wajah nyata dan wajah yang timbul akibat pareidolia. Namun, daerah otak yang menunjukkan aktivasi selama proses ini belum sepenuhnya ditentukan.
Daerah otak yang bertanggung jawab untuk pengenalan wajah berfungsi saat lahir. Oleh sebab itu, tidak heran jika  bayi baru lahir lebih tertarik melihat wajah orang dibandingan dengan melihat objek lainnya.
Pareidolia sering kali  memiliki nuansa religius. Sebuah penelitian di Finlandia menemukan bahwa orang-orang yang religius atau sangat percaya pada hal-hal gaib lebih dimungkinkan untuk dapat melihat wajah dalam objek tertentu dan juga pemandangan yang tidak bernyawa.
Leonardo da Vinci juga pernah menulis tentang pareidolia ini dan menggambarkannya sebagai perangkat artistik. Oleh sebab itu menurutnya jika kita melihat dinding yang memiliki berbagai noda maka bukan tidak mungkin kita  seolah  dapat melihat noda noda tersebut sebagai komposisi bebatuan yang merupakan bagian dari pemandangan alam seperti gunung, sungai dan bebatuan, daratan dan lembah.
Kelainan psikologi?
Pareidolia memang bukan merupakan kelainan psikologi namun lebih kepada intepretasi ilusi visual objek yang pemicunya masih belum dapat dijelaskan.
Namun jika orang yang mengalami Pareidolia pikirannya terus menerus  dipengaruhi  oleh gambar suara yang seolah dilihat dan didengarnya nyata maka tentunya dalam jangka panjang akan mempengaruhi kejiwaannya.
Gangguan persepsi visual, termasuk ilusi dan halusinasi yang berkelanjutan tentunya  dapat membuat orang merasa  tertekan.
Pareidolia termasuk jenis ilusi visual kompleks yang sering terjadi tetapi jarang dilaporkan pada pasien yang mengalami depresi.
Jika Pareidolia ini dikaitkan dengan agama dan politik maka bukan tidak mungkin akan banyak orang yang terparuh dan menimbulkan ketakutan.
Mungkin diantara kita masih ingat ketika bentuk awan tertentu yang dihubungkan dengan akan datangnya gempa bumi dan tsunami yang menimbulkan ketakutan banyak orang yang mempercayainya.
Pareidolia sebenarnya  bukan hanya sekedar  melihat wajah saja, namun dapat menimbulkan dampak besar pada  dirinya dan orang lain yang  menafsirkan  makna gambar yang dilihatnya.
Intrepretasi liar inilah yang dapat membuat masyarakat panik dan tidak jarang menimbulkan dampai seperti khawatir, mual, tidak mau makan dan khawatir akan mendapat musibah dan wabah penyakit.
Rujukan : Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI