Mereka tau betul cara menjaga alam agar keturunan mereka tetap bertahan dan hidup di hutan yang tidak pernah kehabisan sumberdayanya.
Kita tidak pernah mendengar tentang adanya kelaparan yang menimpa mereka yang hidup berdampingan secara seradi dengan alam.
Namun era keharmonisan ini berubah total di era tahun 1980 an. Â Saat itu demi kepentingan perekonomian yang lebih besar Kalimantan mulai dieksploitasi secara besar besaran.
Hutan tropis yang sudah ada ribuan bahkan jutaan tahun lalu itu dihancurkan dengan semena mena oleh sekelompok manusia rakus.
Pohon pohon ditebang secara membabi buta dan kayu gelondongan di jual ke negara lain. Tidak hanya sampai disitu saja dengan memegang Hak Penguasaaan Hutan (HPH) mereka bertindak seolah penjadi pemilik Kalimantan.
Pemegang HPH di era tersebut hidup bergelimang uang dan harta dari hasil mengeksploitasi hutan, sementara penduduk asli semakin miskin  dan termarjinalkan.
Ketika penduduk asli mencoba menahan kehancuran hutan, mereka ditekan.  Perusahaan pembabat hutan dengan dalih  bahwa usaha mereka legal karena dilindungi oleh HPH semakin rakus membabat hutan. Mereka  bahkan memiliki penjaga yang khusus untuk mengamankan hasil penebangan hutan.
Era keharmonisan manusia dengan alam sudah sirna oleh keserakahan manusia yang tidak pernah berpikir panjang.
Para manunisa serakah  ini tidak pernah berpikir bahwa sekali mereka menggunduli hutan tropis, maka hutan itu tidak pernah kembali seperti dulu lagi.
Setelah hutan digunduli, area terbuka dan lantai hutan  yang tadinya dipenuhi oleh berbagai kehidupan menjadi kering kerontang dan mulai menjadi sasaran empuk kebakaran hutan.
Saat itu mereka justru menimpakan kesalahan  kebakaran hutan pada penduduk asli yang bercocok tanam dengan cara membakar hutan.