100 tahun yang lalu tepatnya pada awal  Juni 1921 serangkaian penyerangan, pembunuhan dan pembakaran yang dilakukan oleh orang kulit putih melanda wilayah Tulsa tepatnya di area yang dinamakan Greenwood yang meluluh lantakkan wilayah ini dan memakan korban jiwa lebih dari 300 orang.
Pasca Perang Dunia 1, Tulsa dikenal sebagai wilayah yang didominasi oleh komunitas Afrika-Amerika yang kaya.  Wilayah ini merupakan kawasan bisnis yang berkembang dengan pesat yang dihiasi oleh perumahan perumahan yang dalam sejarah Amerika di kenal sebagai "Black Wall Street."
Kerusuhan rasial ini merupakan salah satu kerusuhan terbesar dalam sejarah Amerika yang tercatat dalam perjalanan kelam sejarah Amerika.
Kedatangan  Joe Biden ke wilayah ini kemaren  untuk mengingat kembali peristiwa kelam ini memang diharapkan sebagai bagian dari rekonsiliasi masalah diskriminasi rasial yang masih ada di Amerika sampai saat ini.
Peristiwa ini bermula ketika di pagi hari tanggal 30 Mei 1921 seorang pemuda kulit hitam bernama Dick Rowland sedang naik lift di Gedung Drexel di Third and Main dengan seorang wanita kulit putih bernama Sarah Page.
Rowland yang berusia 19 tahun dituduh melakukan pelecehan  terhadap  Sarah Page yang berusia 17 tahun yang berprofesi sebagai operator  lift.
Apa yang terjadi sebenarnya memang masih simpang siur karena kejadian di pagi hari yang melibatkan pemuda kulit hitam dan wanita kulit putih ini akhirnya menjadi tsunami rumor yang terus membesar terutama di kalangan masyarakat kulit putih.
Di hari berikutnya polisi akhirnya menangkap Rowland untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi. Selama proses penyelidikan berlangsung muncul sebuah tulisan yang menghasut di Tulsa Tribune pada tanggal 31 Mei 1921 yang akhirnya memicu konflik horizontal massa bersenjata dari kedua belah pihak di sekitar gedung pengadilan dimana sheriff dan anak buahnya telah membarikade lantai atas gedung untuk melindungi Rowland.
Dalam insiden ini tembakan dilepaskan dan orang Afrika-Amerika yang kalah jumlah mulai mundur ke Distrik Greenwood.
Pada dini hari tanggal 1 Juni 1921 terjadi gelombang kerusuhan ketika Greenwood dijarah dan dibakar oleh perusuh kulit putih.
Besarnya skala kerusuhan saat itu membuat Gubernur Robertson yang menjabat saat itu akhirnya menerapkan darurat militer dan pasukan Garda Nasional akhirnya dikirim dan ditempatkan di Tulsa.
Peristiwa rasial ini mengakibatkan pembakaran rumah dan gedung gedung dengan wilayah yang sangat luas. Pihak keamanan dan petugas pemadan kebakaran bahu membahu untuk memadamkan api yang meluas dan menyelamatkan warga kulit hitam yang ditangkap dan ditahan secara semena mena oleh vigilante orang kulit putih.
Sejarah mencatat saat itu ada sekitar 6.000 orang kulit hitam yang ditahan dan dikuasai oleh orang kulit putih di Convention Hall dan Fairgrounds di wilayah tempat terjadi kerusuhan.
Kerusuhan rasial ini berlangsung selama 24 jam dan menyebabkan 35 blok di wilayah ini terbakar dan hancur.Â
Kerusuhan ini tidak saja menghancurkan infrastruktur di wilayah ini namun juga memakan korban jiwa yang dipekirakan lebih dari 300 orang dan sekitar 800 orang mengalami luka luka.
Terkait dengan jumlah korban yang sebenarnya memang masih misteri karena laporan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang saat itu korban jiwanya hanya 36 orang. Â Oleh sebab itu sampai saat inipun para korban yang selamat maupun keluarganya masih berusaha mencari kuburan masal korban kerusuhan.
Kerusuhan rasial yang dikenal sebagai Tulsa Massacre ini sudah jelas bukanlah peristiwa spontan namun didasari oleh kecemburuan, white  supremacy dan penguasaan tanah dan wilayah yang selama ini mejadi masalah laten yang ada di wilayah ini.
Api dalam sekam ini akhirnya pecah menjadi kerusuhan rasial ketika Dick Rowland, Sarah Page dan seorang pria bersenjata tak dikenal memercikan dan menyulut menyulut api yang lama membara dan membesar tidak terkendali yang terjadi pada tanggal 31 Mei sampai 1 Juni 1921.
Walaupun di tahun 2001 lalu dibentuk komisi pencari fakta terkait kerusuhan tersebut namun sampai saat inipun tidak ada  yang mengetahui apa sebenarnya yang terjadi yang memicu pembantaian warga kulit hitam ini.
Tulsa Massacre bukanlah mitos dan rumor, namun merupakan bagian sejarah kelam Amerika dimana kebencian rasial itu benar benar ada dan terjadi.
Pemicu kerusuhan rasial Dick Rowland yang akhirnya dapat ditangkap ternyata tidak diproses dengan baik secara hukum karena tuduhannya ditolak.
Proses hukum yang tidak diharapkan ini akhirnya membuat orang kulit hitam berusaha melindungi diri  dan juga kumunitasnya sendiri karena saat itu mereka tidak dapat mengandalkan hukum sebagi pelindung mereka.
Sejarah juga mencatat pada saat terjadi kerusuhan pejabat sipil yang berkuasa semuanya orang kulit putih. Saat kerusuhan pejabat kulit putih mempersenjatai orang kulit putih.
Para perusuh ini secara sistematis melakukan penangkapan orang kulit hitam dan mengumpulkannya di pusat penahanan.
Para perusuh dengan leluasa memasuki distrik Greendwood dan melakukan pencurian, pengrusakan dan penghancuran rumah rumah orang kulit hitam.Â
100 tahun sudah berlalu, ironisnya generasi penerus  yang tinggal di Oklahoma banyak yang tidak mengetahui peristiwa kerusuhan rasial ini sampai era tahun 1990 an.
Saat kerusuhan korban pembantaian buru-buru dikubur di kuburan tak beridentitas  dan dengan berjalannya waktu akhirnya situasi menjadi normal kembali dan peristiwa kerusuhan rasial ini dengan berjalannya waktu akan semakin terlupakan.
Peristiwa ini berlangsung 100 tahun yang lalu, namun tetap saja ada pelajaran yang dapat kita tarik dari peristiwa ini.
Rasisme dan kebencian ras memang tampaknya tidak akan pernah sirna dari muka bumi ini, namun paling tidak dapat dikurangi melalui pendidikan dan pemahaman bahwa manusia ini sengaja diciptakan oleh Allah SWT ber ras ras untuk saling mengenal dan hidup rukun itu dapat mengurangi rasisme
Rujukan: satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H