Disamping itu pelarangan secara terbatas hanya untuk konsumsi saja tidak akan berdampak besar karena perdagangan satwa liar masih saja berlangsung untuk kebutuhan pengobatan, hewan peliharaan dan untuk penelitian.
Perdagangan satwa liar baik secara legal maupun illegal merupakan lingkaran setan yang tidak pernah berujung karena ada satu pihak yang membutuhkan (umumnya tinggal di negara maju yang sejahtera) dan ada pihak lain yang dengan berbagai alasan utamanya  alasan ekonomi melakukan perdagangan satwa liar ini (umumnya negara miskin dan negera sedang berkembang).
Dugaan bahwa virus Covid-19 berasal dari pasar basah perdagangan satwa liar untuk konsumsi di Wuhan Tiongkok menunjukkan sisi lain bahwa perdagangan satwa liar tidak saja berdampak pada kelangkaan dan bahkan kepunahan satwa liar saja namun dapat bersifat fatal dengan merebaknya penyakit baru yang belum pernah ada sebelumnya.
Saat ini Indonesia memang menjadi sorotan dunia dalam hal perdagangan satwa liar ini. Berbagai upaya pencegahan dan penindakan memang telah dilakukan namun tampaknya perdagangan satwa liar ini masih marak baik untuk kebutuhan konsumsi maupun dipelihara sebagai hewan eksotik.
Di pasar pasar hewan kita masih dapat melihat bagaimana satwa liar yang dilindungi masih diperdagangkan dengan leluasa.
Dalam memecahkan rantai perdagangan satwa liar  ini perjanjian pelarangan perdagangan antar negara saja tampaknya belum cukup mengingat salah satu faktor pemicunya adalah masalah ekonomi.  Oleh sebab itu dalam melakukan perjanjian ini faktor  ekonomi harus dimasukkan dalam perjanjian.
Melarang dan menghukum saja tidak akan memecahkan masalah karena akar permasalahan yang memicu pelaku melakukan perdagangan satwa liar ini adalah masalah ekonomi.
Indonesia sebagai negara yang dikenal sebagai negara mega biodiversity perlu melakukan upaya keras agar dapat mengurangi perdagangan satwa liar terutama yang dilindungi dengan status langka. Jika hal ini tidak serius dilakukan maka dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama status mega biodiversity ini akan hilang dan tentunya akan merusak reputasi Indonesia di tatanan internasional.