Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

"The Reason I Jump", Indahnya Alam Pikir Penyandang Autisme

27 April 2021   04:52 Diperbarui: 28 April 2021   12:56 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia autisme memang merupakan salah satu misteri terbesar dalam kehidupan ini. 

Banyak orang yang memandang autisme merupakan suatu kelainan bahkan ada yang menganggap sebagai keterbelakangan mental.  Sehingga banyak orang yang secara tidak sadar memandang anak-anak Autisme ini sebagai abnormal.

Banyak pakar yang mencoba memasuki alam pikir anak anak Autisme ini, namun tentunya hanya dapat meraba dan menghipotesiskan alam pikir penyandang autisme ini saja.

Oleh sebab itu tidak jarang orang tua yang anaknya menyandang autisme kesulitan dalam memahami alam pikir dan tingkah laku yang diperlihatkan oleh anak-anak autis.

Dunia memang tersentak ketika seorang anak autis  bernama Naoki Higashida di usianya 13 tahun menulis buku dengan judul The Reason I jump.

Dengan autisme yang disandangnya Naoki Higashida dapat dikategorikan sebagai anak laki-laki yang cerdas, menawan, dan unik.

Ilustrasi : 21andsensory.wordpress.com
Ilustrasi : 21andsensory.wordpress.com

Dengan membaca  buku yang ditulisnya tersebut,  orang awam seperti kita dapat memahami betapa indahnya alam pikir seorang pengidap Autisme. Kita dibawa ke alam pikirnya yang luar biasa indahnya sehingga jika kita ikuti alur ceritanya maka kita akan dapat berpikir, merasakan, sekaligus menguak rahasia pikirnya yang sangat jarang dapat dipahami oleh orang awam sebelumnya.

Naoki Higashida lahir di Kimitsu, Jepang pada tahun 1992. Ketika Naoki berusia 5 tahun dia didiagnosis  mengalami  autisme parah.

Dengan segala keterbatasannya ini Naoki mulai belajar berkomunikasi menggunakan alfabet khusus buatannya.

Sampai saat ini pun Naoki memiliki keterbatasan untuk bertutur kata dan berkomunikasi secara verbal, namun pikirannya dapat dengan lancar membayangkan apa yang ingin diucapkannya dan terkadang diterjemahkannya dan bentuk perbuatan. Sehingga tidak jarang Naoki melakukan lompatan lompatan kegembiraan sebagai wujud ungkapan pikirannya.

Naoki dapat menjelaskan alam pikirannya ketika dia sering melakukan lompatan-lompatan yang terkadang disertai tepukan tangan gembira.  Kebiasaannya yang melompat inilah yang akhirnya menjadi judul buku yang sangat luar biasa yang ditulisnya.

Dengan keterampilan komunikasinya melalui tulisan  yang semakin berkembang ini Naoki mulai menulis puisi dan cerita pendek.

Naoki sampai saat ini memang tidak dapat berkomunikasi secara verbal namun dapat menuangkan pikirannya dalam tulisan. Sumber:spectator.co.uk
Naoki sampai saat ini memang tidak dapat berkomunikasi secara verbal namun dapat menuangkan pikirannya dalam tulisan. Sumber:spectator.co.uk
Di usianya yang ke-13 tahun akhirnya Naoki dapat merampungkan buku yang sangat luar biasa yang diberi judul The Reason I Jump yang diterbitkan di Jepang pada tahun 2007.

Dengan waktu yang sangat singkat buku Naoki menghebohkan dunia dan menyebar ke seluruh dunia serta  diterjemahkan kedalam puluhan bahasa dan bahkan telah dibuat filmnya.

Kepopuleran buku Naoki ini memang dapat dimengerti karena belum pernah ada buku yang ditulis oleh seorang penyandang autis yang  menggambarkan alam pikirnya yang sangat unik yang tidak seperti apa yang kita bayangkan selama ini.

Buku yang ditulis Naoki ini tentunya  sangat membantu para orang tua untuk memahami alam pikir anaknya yang autis.

Dengan membaca buku ini kita akan lebih memahami permasalahan keseharian yang dihadapi oleh penyandang  autis.

The Reason I Jump dapat dikategorikan sebagai otobiografi yang menceritakan kehidupan keseharian Naoki.

Cara orang autis memandang dunia memang  sangat berbeda dengan cara kita memandang dunia. Sehingga ketidaktahuan kita inilah yang membuat hidup penyandang  autisme menjadi lebih sulit dan kompleks.

Sudah diakngat ke layar lebar di tahun 2020. Sumber: imdb.com
Sudah diakngat ke layar lebar di tahun 2020. Sumber: imdb.com
Di salah satu bagian bukunya Naoki menulis :

"Saat  anda melihat suatu objek, tampaknya Anda melihatnya secara keseluruhan terlebih dahulu, dan baru setelah itu memperhatikan detailnya. Tetapi bagi orang dengan autisme, detailnya langsung dapat terlihat , dan kemudian secara bertahap, dari gambaran detail ini akhirnya seluruh gambar mulai terlihat  dan  masuk ke dalam fokus pikiran."

Dari ungkapan Naoki ini jelas sekali perbedaan penderita autis dalam melihat sesuatu dengan pandangan kita sebagai orang normal. Sehingga tidak heran penderita autisme sering berdiam diri cukup lama jika memandang sesuatu objek yang baru.

Di lain bagian Naoki menulis :

 "Kami sendiri tidak tahu bagaimana  caranya menyelesaikan sesuatu dengan cara yang sama seperti Anda lakukan.  Namun seperti halnya orang lain, kami ingin melakukan yang terbaik semampu mungkin. Saat kami merasa anda sudah menyerah pada kami dan frustrasi, maka kami  merasa sedih. Jadi bantulah kami  terus, sampai akhir. "

Terkait  nilai suatu kehidupan Naoki menulis :

 "Tapi saya meminta Anda yang bersama kami sepanjang hari, untuk tidak  stres karena kami. Ketika anda mengalami stress, rasanya seolah-olah Anda menyangkal nilai kehidupan kita ini  dan hal ini  akan melemahkan semangat yang kita butuhkan untuk terus berjuang. Cobaan terberat bagi kita adalah anggapan  bahwa kita menjadi penyebab  kesedihan bagi orang lain. Kita dapat  bertahan dengan kesulitan kita tetapi ketika  hidup kita menjadi  sumber ketidakbahagiaan orang lain tentunya membuat kami sedih dan perih yang tak tertahankan. "

Ada hal lain yang sangat menarik yang diungkapkan oleh Naoki dalam bukunya yaitu yang menyangkut belas kasihan.  Naoki mengungkapkan bahwa  belas kasihan yang sejati adalah belas kasihan yang tidak merusak harga diri orang lain.

Para pakar psikologi memang sangat tersentak  ketika  Naoki dapat mengungkapkan pemahaman yang tidak dimengerti oleh orang normal terhadap autism.

Naoki menulis :

"Sebagai gambaran, saya telah  belajar bahwa setiap manusia baik yang normal maupun yang menyandang diabilitas perlu berusaha untuk melakukan yang terbaik dan dengan berjuang orang akan meraih kebahagiaan untuk kebahagiaan. Bagi kami  autisme itu normal - jadi kami memahami definisi  normal yang anda maksudkan.  Tapi selama kita dapat  belajar mencintai diri sendiri, maka tidak penting untuk mempertentangkan apakah kita normal atau autis."

Hal yang sangat mengharukan ketika Naoki menulis "Setiap orang memiliki hati yang bisa disentuh oleh sesuatu."

Ada hal yang menarik yang diceritakan Naoki Higashida tentang bagaimana belajar cara melambaikan tangan kepada seorang teman.

Naoki menceritakan bahwa orang terus mengatakan kepadanya bahwa yang dia lakukan salah, Namun menurut Naoki  tidak mengerti mengapa sampai seseorang meminta dirinya  untuk bercermin.

Naoki akhirnya menyadari bahwa cara dia melambaikan tangan sebagai ungkapan selamat tinggal pada dirinya sendiri dengan telapak tangan menghadap ke wajahnya sendiri, seharusnya telapak tangannya menghadap ke arah orang lain.

Ketika Naoki meniru apa yang dia lihat ketika seseorang melambai tangan padanya Naoki ternyata  tidak dapat sepenuhnya memahami apa yang dia lihat apakah apa yang dilakukannya itu benar.

Di dalam bukunya Naoki juga mengungkapkan bahwa dirinya menghabiskan sebagian besar waktunya dengan perasaan gagal dan menyadari memang dia sering gagal.

Kehilangan terbesar bagi Naoki adalah ketika dirinya mengerti keadaan sehari-harinya, namun dia tidak dapat bertindak dan melakukannya.

Menurutnya kemungkinan hal ini disebabkan keacuhan dirinya terhadap  autisme yang disandangnya. Tapi sebenarnya  dirinya mengerti dan memahami apa yang terjadi meskipun dirinya  tidak dapat mengambil tindakan yang benar.

Dengan memahami cuplikan cuplikan ungkapan perasaan Naoki ini kita tentunya  terpukau dengan alam pikiran penderita autis yang tidak jauh berbeda dengan alur pikir kita.

Sensitivitas, keinginan, dan filosofi kehidupan penyandang  autisme mamang sangat unik. Alam pikiran penyandang autisme itu ternyata sangat kompleks dan indah sebagaimana cerita tentang penderita autisme lain juga pernah ditayangkan di layar lebar dengan judul "Beautiful Mind" yang dibintangi oleh Robert De Niro.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun