Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Teknologi Sedehana yang Menyelamatkan Lingkungan

19 Maret 2021   08:30 Diperbarui: 20 Maret 2021   08:11 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peternakan merupakan industri strategis dalam mendukung ketersediaan protein hewani yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan manusia.

Namun di lapangan peternakan sering dituding sebagai salah satu sektor yang berperan dalam mendegradasi lingkungan terutama dalam menghasilkan gas metana  yang merupakan komponen utama dalam emisi gas rumah kaca (greenhouse gases).

Berdasarkan hasil berbagai penelitian didapat fakta bahwa dalam kurun waktu 100 tahun terakhir ini dampak metana  dalam pemanasan global 25 kali  lebih besar dibandingkan  dengan CO2.

Jika dibandingkan dengan emisi gas rumah kaca tahunan yang dihasilkan dari aktivitas manusia, maka sektor peternakan tercatat berkontribusi sebesar  14,5%.

Teknologi pakan menjadikan peternakan lebih ramah lingkungan. Photo:123rf.com
Teknologi pakan menjadikan peternakan lebih ramah lingkungan. Photo:123rf.com
Pada ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, domba dan kambing di dalam  saluran pencernaannya dihuni  mikroba primitif  yang dinamakan archaea.  Bakteri ini dapat hidup di dalam saluran pencernaan dengan memanfaatkan hidrogen dan CO2 yang dihasilkan dari proses  pencernakan pakan.

Namun dalam proses pemanfaatan ini bakteri ini menghasilkan gas metana  yang biasanya dikeluarkan oleh ternak melalui ke alam melalui mulut, pernafasan,  kentut  dan mekanisme pengeluaran gas lainnya.

Gas metana yang dihasilkan sama sekali tidak berguna bagi ternak ruminansia karena posisinya hanya sebagai by product bakteri yang menghuni saluran pecenaan.

Porses produksi gas metana pada ternak ruminansia. Photo:teagasc.ie
Porses produksi gas metana pada ternak ruminansia. Photo:teagasc.ie
Dalam kurun waktu 30  tahun terakhir ini teknologi peternakan memang terus berkembang pesat dalam upaya menjadikan industri peternakan lebih ramah lingkungan.

Baru baru ini secercah harapan muncul untuk mengatasi besarnya jumlah gas metana yang dihasilkan dan dibuang ke alam dari peternakan sapi melalui cara yang alami.

Hasil penelitian yang dipublikasikan oleh para peneliti dari Amerika dan Australia minggu ini di Jurnal ternama PLOS ONE  memang menimbulkan harapan baru bagi dunia karena hasil penelitian yang tampak sangat sederhana ini ternyata memberikan dampak sangat besar bagi pengurangan gas metana yang dihasilkan.

Pada penelitian tersebut pemberian suplemen rumput laut merah jenis Asparagopsis taxiformis sebanyak 0,25 - 0,50%  dari kebutuhan pakan harian sapi berdampak besar dalam penurunan gas metana yang dihasilkan.

Penurunan produksi gas metana ini memang sangat luar biasa karena dapat mencapai penurunan sebesar 50 -74 % dalam masa 147 hari pemberian suplemen rumput yang tumbuh di perairan Australia ini.

Menurut pakar lingkungan dan nutrisi, teknologi ini memang memberikan harapan besar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dunia karena jika diterapkan pada industri peternakan maka dampaknya dapat  disetarakan  dengan meniadakan 100 juta mobil yang ada di dunia saat ini dalam hal emisi gas yang dihasilkannya.

Pemberian rumput laut merah ini tidak saja  mengurangi gas metana secara drastis namun juga meningkatkan konversi pakan sapi yang berdampak pada peningkatan pertambahan bobot badan harian nya.

Pertanyaan yang muncul sekarang adalah bagaimana teknologi yang tampak sangat sederhana dapat memberikan dampak dan manfaat yang sangat besar?

Selama ini memang telah banyak dikembangkan berbagai teknologi pengurangan gas metana yang dihasilkan dari ternak ruminansia, namun efek penurunan yang sedrastis pemberian rumput laut merah ini belum pernah terjadi.

Jika ditelisik  lebih dalam lagi Asparagopsis taxiformis ternyata mengandung bromoform yang berfungsi mengganggu  proses akhir pembentukan gas metana sehingga menghalangi terbentuknya gas metana.

Bromoform secara alami dilepaskan ke atmosfir dari lautan melalui alga dan fitoplankton. Ketika memasuki atmosfir bromoform merupakan sumber brom yang tergolong sebagai perusak ozon ketika memasuki stratosfer dan troposfer.   Meskipun dianggap sebagai zat perusak ozon namun daya rusak bromoform  berumur pendek.

Dengan ditemukannya teknologi tepat guna yang berdampak besar pada pengurangan emisi gas rumah kaca ini ke depan industri peternakan akan jauh lebih ramah lingkungan.

Ke depan penemuan ini akan membuka lebar pembuatan pakan berbasis suplemen rumput laut terutama pada industri penggemukan sapi dengan sistem feedlot  dimana pemberikan pakannya disediakan setiap hari nya  tanpa digembalakan.

Penambahan Asparagopsis yang jumlahnya hanya 0,2-0,4% dari kebutuhan pakan harian sapi memberikan harapan besar bahwa teknologi ini dapat diterapkan secara luas di seluruh dunia termasuk  Indonesia.

Memang masih ada kekhawatiran bahwa jika diterapkan secara luas maka akan mengganggu ketersediaan rumput laut merah ini. Demikian juga jika rumput laut merah ini dikembangkan secara luas dikhawatirkan akan berkontribusi langsung pada dihasilkan gas yang merusak ozon.

Namun melihat dari jumlah pemakaiannya yang sangat sedikit dan juga kemungkinan akan dieksplorasi jenis jenis rumput laut lainnya yang kemungkian memiliki dampak yang hampir sama dengan Asparagopsis taxiformis dalam pengurangan gas metana yang dihasilkan, tampaknya temuan ini akan merubah wajah peternakan secara drastis dan menjadikannya  lebih ramah lingkungan.

Dari berbagai hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis  ataupun bangsa sapi  yang berbeda menghasilkan gas metana yang relatif hampir sama.  Jadi ke depan tampaknya pengurangan gas metana dari  industri peternakan ini akan lebih efektif  jika didekati melalui inovasi teknologi pakan dibandingkan dengan teknologi pembibitan alami untuk menghasilkan jenis sapi yang menghasilkan gas metan yang lebih rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun