Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Tjip dan Bu Ros yang Saya Kenal

3 Januari 2021   13:02 Diperbarui: 3 Januari 2021   14:05 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengetahuan tentang Kompasiana sebelum tahun 2014 dapat dianggap nol besar, karena sebelumnya saya benar benar tidak tau apa itu Kompasiana.

Memang sudah menjadi kebiasaan saya setiap hari berselancar di dunia maya untuk mencari hal hal yang baru yang merupakan tuntutan dari profesi saya.

Saat  saya masih bertugas di negara Kangguru sebagai yang mengurus kerjasama pendidikan dan kebudayaan Indonesia -- Australia, suatu hari ketika  searching di internet saya mendapatkan satu artikel yang ditulis di Kompasiana yang secara kebetulan artikel yang saya akses itu adalah tulisan Pak Tjip.

Dari kejadian itu saya baru mengetahui keberadaan Kompasiana dan profil penulisnya  serta memutuskan untuk mendaftar menjadi anggota dan tentunya mencoba untuk menulis.

Entah kebetulan atau tidak artikel yang saya tulis pertama kali di Kompasiana dengan judul "Lonceng Kematian Penghuni Kebun Binatang"  dilabel oleh kompasiana sebagai Headline.

Karena masih baru  terus saya  masih  tidak mengerti apa itu artinya headline dan juga artikel pilihan editor.  Namun dengan berjalannya waktu akhirnya saya mulai mengerti dan belajar aturan main di Kompasiana.

Di Kompasiana ini  juga saya mulai mengenal dan mengetahui bahwa Pak Tjip dan Bu Ros itu suami isti yang sangat istimewa yang selalu setia membagikan perjalanan hidup mereka secara terbuka di Kompasiana.

Ketika saya membaca artikel Pak Tjip pertama kalinya di Kompasiana dan mencari informasi terkait Pak Tjip, saya terus terang berpikir keras bagaimana beliau  dapat menghasilkan ribuan artikel dengan jumlah pembaca jutaan dan dapat meraih Kompasiana of the Year.  Demikian Juga Bu Ros yang dapat menghasilkan ratusan artikel.

Saya memang sudah terbiasa menulis artikel ilmiah karena tuntutan profesi dan menyadari sekali bahwa menulis itu perlu komitmen, kemampuan dan  pengalaman yang luar biasa. Banyak orang yang memiliki pengalaman hidup yang luar biasa namun kesulitan menuangkannya dalam tulisan.

Kiprah Pak Tjip dan Bu Ros di Kompasiana memang fenomenal dan tingkat kesetiaannya sangat tinggi pada  Kompasiana.

Dari hasil analisis dan catatan, saya melihat cukup banyak penulis di kompasiana setelah mendapatkan penghargaan dari Kompasiana hilang bak di telan bumi.  Sebaliknya banyak juga penulis di Kompasiana yang hengkang mencari platform lain ketika kurang mendapat tempat di Kompasiana.

Dari sisi ilmiah menurut pakar psikologi dan ahli otak dan syaraf menulis itu merupakan salah satu cara untuk melatih otak mencegah kepikunan.  Oleh sebab itu jika memungkinkan memang dianjurkan untuk menulis agar otak dapat dilatih.  Demikian juga melakukan olaraga otak seperti mengisi teka teki silang, catur dll nya.

Tidak seperti pasangan umumnya yang banyak memilih untuk menurunkan aktivitasnya saat memasuki usia senja, Pak Tjip dan Bu Ros memilih cara hidup yang lebih aktif di masa tuanya.

Dari rekam jejak tulisan beliau berdua tergambar dengan jelas aktivitas sosial, olah raga, gembira bersama keluarga  serta menulis.  Tampaknya rutinitas ini sudah menjadi aktivitas keseharian Pak Tjip dan Bu Ros, oleh sebab itu tidak heran jika dalam usia yang cukup lanjut tersebut beliau berdua sehat dan ceria selalu.

Tulisan beliau berdua juga mencerminkan rasa syukur yang tinggi atas segala sesuatu yang telah diterimanya , sehingga usia perkawinan beliau sudah mencapai  angka yang mencengangkan yang tentunya mencerminkan kesetiaan yang luar biasa sebagai pasangan hidup.

Dalam mengarungi bahtera kehidupan tentunya  Pak Tjip dan Bu Ros pernah mengalami badai, namun tampaknya komitmen dan tekat kuat membuat pasangan ini  dapat melewati badai tersebut dengan baik seperti lirik lagu Chrisye  "Badai Pasti Berlalu"

Saya memang tidak pernah bertemu secara fisik dengan beliau berdua, namun dari komunikasi di dunia maya di Kompasiana melalui  komentar pembaca tulisan,  saya dapat merasakan sosok orangtua pengayom.  Rasanya saya tidak pernah menemukan komentar beliau di berbagai tulisan kompasianer yang  menyebabkan orang lain merasa tidak senang dan tersinggung.

Walaupun tidak pernah bertemu Pak Tjip di kolom komentar pembaca beberapa kali mengundang saya untuk berkunjung ke rumah beliau, sayangnya sampai saat saya ini saya belum memiliki kesempatan untuk memenuhi undangan beliau, walaupun sebenarnya dalam satu kesempatan saya pernah berkunjung ke kota dimana beliau bermukim.

Saya masih ingat ketika Pak Tjip menuliskan cerita perjalanan beliau ke  berbagai tempat di berbagai negara, ada pembaca yang mengusulkan agar Pak Tjip dapat mengurangi cerita terkait topik tersebut karena menurutnya banyak orang yang tidak seberuntung Pak Tjip.

Pak Tjip tidak marah dengan komentar tersebut dan tanpa argumen  beliau menerima saran tersebut dan mulai mengurangi tulisannya yang berisi cerita perjalananya ke berbagai negara tersebut.

Ketika menulis maupun ketika berkunjung ke lapak sesama kompasiner, tulisan dan komentar beliau berdua selalu menyejukkan dan mengapresiasi setiap tulisan yang  beliau berdua baca.

Jumlah tulisan yang beliau hasilkan berdua mencerminkan tekad kuat dan pengaturan waktu yang luar biasa, sehingga di sela sela aktivitas beliau masih dapat membagi pengalaman hidupnya melalui tulisan tulisan yang bernas  dan bermanfaat sekaligus menghibur pembaca yang lagi gundah.

Terima kasih Pak Tjip dan Bu Ros sharing pelajaran hidup yang Bapak dan Ibu berdua, sehat dan sukses selalu.

Terus berkarya bagi kebaikan untuk menyuburkan benih toleransi dan  nilai  kemanusiaan yang saat ini  terasa semakin kering kerontang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun