Tidak banyak memang orang yang perduli akan  dampak perang dan pergolakan politik di Yaman yang sudah berlangsung sejak tahun 2014 lalu.  Perhatian dunia hanya terfokus pada bagaimana Saudi dan sekutunya konflik  dengan Houthi  yang disebut mereka sebagai kelompok  yang berseberangan saling beradu pengaruhnya di Yaman.
Konflik yang semula bermula di dalam negeri sebagai masalah internal, namun sudah meluas mejadi konflik internasional dan berujung pada krisis kemanusiaan.
Pada tahun 2014 lalu Houthi kelompok yang didukung Iran melakukan gerakan dan menguasai sebagian besar wilayah Yaman termasuk ibukota Sanaa.
Konflik ini semakin meluas di tahun 2015 ketika Saudi Arabia beserta koalisinya yang didukung oleh negara Barat melakukan intervensi untuk mengembalikan kekuasaan presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi yang didukung oleh Saudi.
Konflik yang berkepanjangan ini diperkirakan telah memakan korban jiwa sebanyak 100.000 orang.
Dengan berdalih kebenaran, kelompok  yang sedang berkonflik di Yaman dan di wilayah sekitarnya di bawah dukungan Iran, Koalisi Saudi dan negara Barat membiarkan  konflik ini berlarut larut dan bertentangan dengan kaidah hukum internasional dan nilai kemanusiaan.
Oleh sebab itu tidak heran jika the International Rescue Committee (IRC) dengan mengalisis data dampak perang selama tiga tahun terakhir ini menempatkan Yaman sebagai negara yang paling riskan mengalami tragedi kemanusiaan.
Prediksi terjadi tragedi kemanusiaan di Yaman memang sangat mendasar karena sebanyak  21 juta penduduk Yaman kini memerlukan bantuan kemanusian sebagai dampak perang saudara yang diperbesar dengan campur tangan negara lain ini.
Jika dunia internasioal tidak mengulurkan tangan maka negara Yaman tidak memiliki masa depan lagi.  Perang dan konflik berkepanjangan memang harus segera dihentikan di Yaman  oleh pihak pihak yang terlibat baik di dalam negeri maupun aktor yang bermain dari negara negara lain agar tragedi kemanusian ini dapat dihindari.
Menurut catatan IRC dari 10 negara yang diprediksi rawan terhadap konflik kemanusiaan, Â Yaman menempati urutan pertama sebagai negara yang paling beresiko, dengan urutan seperti berikut: Yaman, Â Afghanistan, Syria, the Democratic Republic of the Congo, Ethiopia, Burkina Faso, South Sudan, Nigeria, Venezuela dan Mozambique.
Di kelompok  kedua negara yang juga beresiko yang mengalami krisis adalah Cameroon, the Central African Republic, Chad,  Colombia,  Lebanon, Mali, Nigeria, Palestina, Somalia dan Sudan
Bantuan keuangan dunia internasional kepada Yaman kini sudah mulai menipis dan dipekirakan oleh badan kemanusiaan PBB pada bulan Nopember 2020 Â bantuan dana internasional hanya mampu menangani kebutuhan bantuan kemanusiaan yang paling dasar sekalipun sebesar 50% dari yang dibutuhkan.
Jika dilihat nominalnya, maka Dewan Keamanan PPB mengemukakan dana yang yang diperlukan untuk mengatasi krisis kemanusiaan di Yaman mencapai  US$ 3,4 milyar, sedangkan dana yang diperoleh dari bantuan internasional hanya US$1,5 milyar saja.
Skala tragedi kemanusiaan ini memang sangat masif. Menurut PBB 80% dari penduduk Yaman yang berjumlah 30 juta memerlukan bantuan.
Dari jumlah tersebut sekitar 13,5 juta sudah mengalami krisis pangan dan 16.500 orang sudah masuk ke dalam kelompok kelaparan.
Perundingan damai memang telah dilakukan, namun mengalami jalan buntu sejak tahun 2018 Â walaupun sudah berkali kali diupayakan oleh PBB.
Jika dianalis lebih dalam lagi, Yaman tampaknya hanya merupakan medan pertentangan haluan  politik antara negara Iran dengan koalisi Saudi serta negara Barat yang mengabaikan nilai kemanusiaan.  Apapun latar belakangnya dunia internsional saat ini perlu menyadari, bahwa jika tidak ada upaya menyelesaikan konflik ini maka sudah dapat dipastikan akan berujung pada krisis kemanusiaan.
Kepentingan politik memang telah meluluh lantakan nilai nilai kemanusiaan, lantas siapa yang perduli?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H