Pada awalnya rangkaian pembunuhan ini dianalis sebagai pembunuhan konvensional, karena beberapa saat setelah kejadian disebutkan oleh televisi di Iran digambarkan bahwa peristiwa ini bermula dengan meledaknya sebuah truk dan selanjutnya diikuti oleh tembakan sekelompok orang yang menghabisi ahli nuklir Iran ini.
Namun dalam perkembangannya, apa yang terjadi  sebenarnya sangat jauh dari yang digambarkan di televisi sebelumnya.
Rangkaian pembunuhan ini melibatkan berbagai teknologi elektronik yang canggih setelah sebelumnya memanfaatkan celah sempit kelemahan keamanan Iran dan selanjutnya pihak perancang penyerangan berhasil memasukinya.
Hal yang sangat mengagumkan dari teknologi penyerangan ini adalah akurasinya karena  Fakhrizadeh diberondong dengan 13 peluru yang tepat mengenai tubuhnya tapi tidak mengenai istrinya yang berada hanya 25 cm darinya pada mobil yang sama.
Dari 13 tembakan tadi satu tembakan dinilai sangat vital karena peluru tepat menghantam tulang belakang ahli nuklir Iran ini dan menyebabkan pendarahan yang sangat hebat sehingga nyawanya tidak dapat diselamatkan walaupun sempat dibawa ke rumah sakit dengan menggunakan helicopter.
Kekhawatiran penggunaan teknologi Artificial intelligence yang akan  dipadukan dengan senjata ataupun killer  robot pernah dikemukakan oleh Professor Stephen Hawking yang saat itu bersama 1.000 ilmuwan lainnya menandatangani surat terbuka yang meminta untuk melarang penggunaan teknologi Artificial intelligence ini di militer.
Penggunaan teknologi super cangging dalam pembunuhan ahli nuklir Iran ini memang sangat mengkhawtirkan karena killer robot kini sudah menjadi kenyataan yang akan menimbulkan konsekuensi yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H