Se-a-kan a-kan me-re-ka ter-bang.
La-ma ke-la-ma-an ber-ku-rang te-na-ga Si A-li
i-a ka-lah
Ba-rang-ka-li ka-mu ku-rang ma-kan ta-di pa-gi
Ka-ta Si Mu-sa ter-ta-wa tawa
Pada bagian ini olah pikir siswa dipertajam terkait kata "cepat" dengan membandingkan kecepatan sepeda musa dan Ali.
Hal lain yang sangat menarik, bahwa disetiap potongan bacaan ini selalu diselipkan etika, norma dan moral serta kebersamaan dengan mengambarkan makan semangka bersama sama seusai adu cepat. Candaan Musa setelah menang bukan ditujukan untuk menghina yang kalah, namun justru sebagai cara mengakrabkan diantara sesama teman dengan memperlihatkan sportivitas.
Jaman memang berubah tapi seharusnya pesan moral, etika, sopan santun yang menjadi akar budaya timur harus tetap dilestarikan bukan sebaliknya  seolah lepas terkoyak dari akarnya.
Hal lain yang juga diperkaya oleh bahan bacaan jadul ini adalah imajinasi. Seperti cerita di atas, bagaimana dua anak bersepeda ke luar kota. Â Mungkin anak jaman sekarang tidak pernah terbayang keluar kota bersepeda.