Hongkong sempat dilanda gelombang pro demokrasi besar yang tidak saja menjadi perhatian dunia namun juga telah memakan korban jiwa dan melumpuhkan perkonomian Hongkong. Hongkong yang dulunya pernah jaya perekonomiannya kini masuk fase resesi akibat kombinasi gerakan ini dan Covid-19.
Gelombang pro demokrasi ini sempat berkembang pesat dan membesar karena didukung oleh negara Barat yang secara tradisional mendeklarasikan dirinya sebagai negara sponsor HAM dan kebebasan berpendapat.
Secara resmi Hongkong dikembalikan oleh Inggris pada tahun 1997 lalu dan setelah ini Hongkong menerapkan pemerintahan semi otonomi yang menggunakan dua sistem hukum yaitu Hongkong dan Cina Daratan.
Dengan sistem otonomi terbatas ini sebenarnya penduduk Hongkong memiliki hak yang lebih karena adanya  kebebasan yang tidak dimiliki oleh penduduk Cina daratan
Berbeda dengan Taiwan, negara Barat yang disponsori oleh Amerika terus memberikan dukungan pada Taiwan yang merupakan masalah akut  masa lalu yang belum terselesaikan antara Cina daratan dan Taiwan.
Hongkong dan Taiwan merupakan masalah tersendiri bagi Cina dalam melakukan diplomasi internasionalnya, karena menjadi titik lemah Cina dalam melakukan diplomasi internasionalnya.
Secara terang terangan di tengah gerakan pro demokrasi Inggris yang penah menjadi "tuan" di Hongkong menyatakan  akan memberikan ijin tinggal sementara di negaranya dan sekutunya bagi pentolan gerakan pro demokrasi yang didominasi oleh anak anak muda yang dilahirkan dan hidup di era British Rule di Hongkong.
Sebenarnya jika gerakan ini murni menuntut keleluasaan demokrasi saja dapat dimengerti  karena adanya kekhawatiran akan terkekangnya kebebasan berbendapat yang selama ini dinikmati generasi muda di era British rule.
Gerakan pro demokrasi yang pernah diperkirakan oleh negara barat dan berbagai kalangan akan berhasil memerdekakan Hongkong dan menjatuhkan reputasi Cina ternyata tidak terjadi setelah secara resmi cina memberlakukan undang undang keamanan nasional di Hongkong.