Ketika Mahathir berhasil menumbangkan PM Razak dalam pemilu dan mengambil langkah berdamai dengan Anwar Ibrahim hampir semua kalangan memperkirakan gonjang ganjing perpolitikan Malaysia akan berakhir manis.
Janji Mahathir yang hanya memerintah Malaysia sementara dan mengestafetkan kekuasaannya kepada Anwar Ibrahim sempat membuat rakyat Malaysia lega sebagai langkah win win solution.
Namun siapa yang menyangka bahwa kesepakatan yang sangat indah ini akhirnya berantakan ketika Mahathir menunda estafet kepemimpinan dengan mengambil langkah mengejutkan mengundurkan diri dan membuat tegang kubu yang telah bersepakat.
Di tengah ketidakpastian ini menyelinap kekuatan baru yaitu Muhyiddin (yang sekarang menjadi Perdana Menteri) dengan memanfaatkan situasi ketegangan Mahathir dan Anwar Ibrahim dengan menggalang koalisi baru dan berhasil menyingkirkan Mahathir dan Anwar Ibrahim secara tragis.
Mahathir sama sekali tidak memperhitungkan kemungkinan ini karena terlalu fokus pada membendung kekuatan Anwar Ibrahim.
Muhyiddin memegang pucuk kekuasaan pada bulan Maret lalu di tengah gonjang ganjing adu strategi antara Mahathir dan Anwar Ibrahim. Saat itu secara tiba-tiba dan sangat mengagetkan rakyat Malaysia Mahathir mengundurkan diri.
Di tengah kekacauan peta politik inilah Muhyiddin berhasil menggalang kekuasaan dan menjadikannya dirinya sebagai Perdana Menteri Malaysia.
Ibarat menggunting di lipatan, tindakan Muhyiddin ini tentunya tidak akan langgeng, karena jika ada ketidakpuasan partai pendukung koalisi maka akan jatuhlah Muhyiddin dan akan memicu pemilu sela.
Situasi ini semakin rumit karena Yang Dipertuan Agung sebagai pemberi kekuasaan saat ini sedang bermasalah dengan kesehatannya sehingga belum dapat bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia untuk menyelesaikan panasnya politik Malaysia ini.
Cepat atau lambat Anwar Ibrahim yang kini tengah menggalang kekuatan akan menantang Muhyiddin dan menimbulkan perpecahan lagi siapapun pemenangnya. Bahkan akhir-akhir ini Anwar Ibrahim sangat yakin bahwa kekuatan yang mendukungnya akan mampu menumbangkan Muhyiddin di parlemen dengan pemungutan suara.
Muhyiddin memang telah berhasil menelikung Mahathir dengan membentuk koalisi baru yang menjadikannya menjadi Perdana Menteri 7 bulan yang lalu. Namun Anwar Ibrahim mengklaim bahwa partai pendukung Muhyiddin tidak puas atas kinerjanya sehingga diduga kuat akan membelot.
Situasi politik Malaysia minggu ini memang semakin panas karena hasil pemilu di negara bagian Sabah dimenangkan oleh partai pendukung Muhyiddin.
Pemilu di Sabah ini dapat dianggap sebagai referendum atas pemerintahan Muhyiddin dan kemenangan partai pendukungnya ini tentunya akan sedikit memperkuat posisi Muhyiddin yang tengah berada dalam ancaman kelompok pendukung Anwar Ibrahim yang setiap saat akan menantangnya.
Dengan kemenangan ini Muhyiddin mungkin saja sedikit dapat bernafas lega karena partai mendukungnya kini memperoleh 38 kursi dari total 73 kursi di parlemen. Namun tipisnya dukungan ini menempatkan pemerintahannya setiap saat berada dalam ancaman kejatuhan jika ada partai politik pendukungnya tidak puas dan membelot.
Dengan kemenangan ini Muhyiddin dapat saja membantah bahwa klaim Anwar Ibrahim tidak benar, namun tetap saja pemerintahnya selalu dalam ancaman kejatuhan.
Pandemi Korona menghantam hebat perekonomian Malaysia yang cepat atau lambat akan juga memberikan tekanan lagi pada pemerintahannya.
Stimulus ekonomi yang dikeluarkan pemerintahannya sebesar US$ 73.16 milyar dan tambahan insentif lainnya yang diumumkannya beberapa hari sebelum pemilu di Sabah kemungkinan besar tidak dapat menahan laju kejatuhan perekonomian Malaysia menuju resesi akibat pandemi ini.
Mahathir yang sangat rajin berguru pada Pak Harto di masa jayanya memang telah berhasil membawa Malaysia ke tingkat kejayaan, dengan cara membuat rakyat Malaysia "kenyang" karena kesejahteraannya terjamin. Namun Mahathir lupa bahwa kenyang saja tidak cukup bagi rakyat Malaysia. Rakyat Malaysia haus akan hak kebebasan berpolitik.
Pemerintahan dinasti partai UMNO yang sudah bercokol sangat lama di Malaysia ternyata tumbang karena kerinduan rakyat Malaysia akan politik yang bebas.
Sebagaimana reformasi yang bergulir di Indonesia, kotak pandora politik bebas di Malaysia sudah terbuka dan tidak ada jalan balik lagi untuk memberlakukan kekangan politik bagi rakyat Malaysia.
Sampai hari ini ke mana arah gonjang ganjing perpolitikan Malaysia sangat sulit ditebak karena kekuatan kedua kubu hampir sangat kuat. Dalam situasi seperti ini ditambah dengan keterpurukan perekonomian Malaysia bukan tidak mungkin Malaysia akan terjatuh pada jurang yang berujung pada krisis politik.
Belum lagi api dalam sekam berupa ketegangan antar kelompok ras yang setiap saat dapat saja meledak membuat Malaysia masuk dalam fase ketidakpastian.
Peristiwa yang dialami Malaysia saat ini mengingatkan kita ketika Megawati ditikung di tengah jalan oleh poros tengah yang berhasil menjadikan Gus Dur sebagai Presiden, namun dalam perjalannya pemerintah Gus Dur akhirnya dijatuhkan oleh koalisi yang dulu mendukungnya.
Dalam politik memang benar tidak ada teman dan musuh abadi, disitulah letak ketidak pastian perpolitikan di Malaysia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H