Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Premanisme Kelas Teri, Survival the Fittest Era Milenial

11 September 2020   17:17 Diperbarui: 11 September 2020   17:34 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi hari saya keluar kompleks perubahan untuk mencari variasi sarapan pagi. Biasanya setiap pagi hari ada banyak pedagang makanan dan salah satu menu sarapan favorit saya adalah nasi kuning.

Nasi kuningnya cukup sederhana dilengkapi dengan sedikit krupuk warna warni, telur, bawang goreng dan sedikit sambal jadilah menu sarapan pagi yang spesial yang menggugah selera dengan harga Rp. 9.000 per bungkusnya.

Seperti biasanya saya memang saya tidak pernah makan di tempat namun membungkusnya dan membawa dan menikmatinya di rumah.

Ada hal yang sangat menarik ketika penjualnya yang masih anak muda dengan perawakan kurus dan kecil menyiapkan pesanan saya, entah dari arah mana datang pria berbadan tambun dengan kaos putih dan celana panjang lebar membawa kotak makanan anak sekolah yang terbuat plastik.

Tanpa basi pria tersebut mengambil nasi dari tempat penjual dan mulai mengisi kotak makanan plastik itu. Tidak hanya sampai di situ saja dia terus berputar dari arah sebelah pedagang, dengan tangan kosong meraup telur dadar potong, bawang goreng dan melengkapi dengan sambalnya.

Gaya orang ini memang sangat luar biasa bak berkunjung ke warung swalayan saja mengambil apapun yang dia suka dan memasukkannya ke dalam kotak makanan plastik tersebut.

Sementara pedagang terlihat takut dan pasrah saja membiarkan orang ini mengambil apapun yang dimauinya. Setelah puas pria melenggang dengan seenaknya meninggalkan pedagang tersebut.

Tadinya pikiran saya masih menganalisa mengapa orang ini dengan leluasanya bertindak seperti itu dan saya masih berpikiran mungkin pria ini keluarga penjual.

Namun akal sehat saya sadah mulai jalan ketika setelah dari pedagang nasi kuning dia melanjutkan aksi "brutalnya" ke pedagang gorengan yang letaknya tidak jauh dari pedagang nasi kuning tersebut.

Seperti yang dilakukannya tadi pada pedagang nasi kuning dengan leluasanya memilih dan mengambil gorengan yang dia mau dan menumpuknya di atas kotak makanannya dan lenggang tanpa membayar.

Kembali pedagang gorengan pun walaupun tubuhnya sama besar tidak berkutik dan membiarkan aksi pria tadi "menjarah" dagangannya.

Cerita ini mungkin hanya sepenggal babak kehidupan yang mungkin saja terjadi dimana mana yang menggambarkan aksi  premanisme telah merasuk di semua sendi kehidupan termasuk di kehidupan orang kecil sekalipun.

Tanpa ada rasa malu dan sungkan di depan orang banyak pria ini melakukan aksi premanisme yang dianggapnya wajar karena pedagang tersebut berjualan di wilayah "kekuasaan" preman ini.

Melihat tingkah laku pria ini saya teringat teori Darwin dalam bukunya the Origin of Species by Means of Natural Selection, yang ditulis dari kumpulan pengalamannya di pulau Galapagos yang sangat unik dan dipublikasikannya pada 24 November 1859,

Ungkapan Darwin "Survival the Fittest" sangat cocok untuk menggambarkan pria ini. Dia memang kuat dan ditakuti sehingga dia dengan leluasa merajalela "melindas  dan memangsa" orang di sekitarnya untuk berkuasa di wilayahnya dan bertahan hidup. Sementara pedagang gorengan dan nasi kuning merupakan kelompok lemah yang menjadi korban kekuatan pria tersebut.

Terbayang di pikiran saya bagaimana pedagang gorengan dan pedagang nasi kuning memulai perjuangannya sejak tengah malam belanja bahan bahan dagangannya dan setelah itu menyiapkan dagangannya yang harus siap sebelum subuh.

Perjuangan kedua pedagang ini mungkin sangat berat bagi mereka berdua, tapi mungkin juga karena merupakan bagian dari kehidupan yang mereka harus lalui sudah menjadi kebiasaan dan baigian hidup mereka yang jika tidak dilakukan keluarganya akan tidak bisa hidup karena tidak ada pendapatan lain.

Keuntungan yang didapatkan dari kerja keras mereka mungkin tidak seberapa tapi tetesan keringat mereka sangat berarti bagi keluargnya dan juga mulia bagi sang Khaliq.

Sementara dengan penampilannya yang garang pria penjarah dagangan mereka juga mengeluarkan keringat tapi tidak sebasah pedagang tersebut namun mungkin dapat menikmati kehidupannya lebih "nyaman"  dengan cara mempermainkan ketakutan orang lain.

Aksi preman kelas teri ini tampaknya sudah sangat meluas karena kemungkinan dia sudah dikenal baik di wilayah tersebut dan orang disekitarnya sudah memaklumi tindakannya.

Survival the fittest ala preman kelas teri ini memang sangat disayangkan terjadi di tengah tengah kehidupan modern dimana manusia diberi kelebihan  utama berupa otak untuk berpikir dan menjalankan kehidupannya dengan cara yang lebih baik.

Sangat jelas perbedaannya ketika Darwin mengeluarkan pendapatnya terkait Survival the fittest ini karena Darwin berbicara masalah hewan dan tumbuhan bukan manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tingkat intelegensia yang jauh lebih tinggi.

Tanpa kita sadari premanisme kelas teri ini mungkin saja merupakan fenomena gunung es yang merupakan penyakit masyarakat yang lebih berbahaya dari pandemi korona karena  merupakan penyakit masyarakat yang tidak pernah hilang dari pemukaan bumi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun