Minggu ini dunia Indonesia  dihebohkan dengan tibanya kandidat vaksin dari Cina buatan Sinovac dengan nama vaksin CoronaVac. Terlepas dari pro dan kontra, kandidat vaksin ini akan diujicobakan  dengan bekerja sama dengan BioFarma dan Fakultas Kedokteran UNPAD dalam waktu dekat. Setelah sebelumnya Indonesia dihiasi oleh riuhnya berita tentang ditemukannya kalung anti korona, obat penangkal korona dll.
Ada sebagian masyarakat yang terbakar rasa kebangsaannya dengan menanyakan mengapa menggunakan vaksin dari Cina? apakah putra bangsa tidak mampu menghasilkan vaksin?
Pertanyaan seperti ini dinilai wajar wajar saja apalagi datang dari kalangan yang kurang mengetahui bagaimana vaksin dibuat, sehingga menggampangkan seperti membalik tangan.
Perjalanan Berliku
CoronaVac bukanlah satu satunya vaksin yang sedang dalam uji coba karena menurut badan kesehatan dunia WHO, saat ini ada sekitar 140 vaksin yang sedang dalam tahapan uji coba untuk mengatasi virus Covid-19 yang sedang melanda dunia.
Sehubungan dengan uji coba  ini banyak orang awam yang mempertanyakan mengapa vaksin perlu diujicobakan berkali kali sebelum dilepas secara resmi.
Biasanya di tahap paling awal vaksin diuji di laboratorium dengan menggunakan teknologi kultur sel dan juga menggunakan hewan percobaan untuk  memimik penyakit yang akan diatasi melalui pengembangan vaksin tersebut.
Ujicoba di fase awal ini diperlukan untuk menentukan apakah kandidat vaksin tersebut  aman dan memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut.
Jika vaksin sudah lolos di tahap awal ujicoba di laboratorium maka kandidat vaksin tersebut akan memasuki tiga tahap uji coba selanjutnya
Di uji coba fase pertama, vaksin akan diujicoba langsung pada orang untuk menjawab pertanyaan apakah vaksin tersebut aman dan pada dosis berapa vaksin tersebut dapat digunakan.
Selanjutnya jika sudah lolos maka ujicobaakan berlanjut pada fase 2 Â untuk menjawab pertanyaan apakah kandidat vaksin tersebut memicu sistem imunitas tubuh.Â
Jika sudah lolos di fase 2 kandidat vaksin akan memasuki fase 3 yaitu untuk menjawab pertanyaan apakah vaksin tersebut akan memberikan perlindungan bagi orang yang diberi vaksin tersebut.
Disamping tahapan yang wajib dilalui, kondisi dan prilaku virus yang seringkali mengalami mutasi juga turut memperlambat pengembangan vaksin.
Dalam upaya mengatasi covid-19 para peneliti memang telah melakukan percepatan ujicoba ini dengan cara melakukan ujicoba beberapa fase secara bersamaan. Â Uji coba paralel ini memang dilakukan atas dasar pengalaman pengembangan vaksin virus Ebola yang memerlukan waktu 5 tahun.
Walaupun telah diupayakan mempercepat pengembangan dan pembuatan vaksin ini, namun secara realistis vaksin untuk mengatasi Covid-19 ini diperkirakan paling cepat akan terwujud pada awal tahun 2021 mendatang.
Banyak orang yang berpendapat bahwa pembuatan vaksin Covid-19 lambat sekali, namun pada kenyataannya jika benar di awal tahun 2021 vaksin korona sudah dibuat dan digunakan berarti pengembangan dan pembuatan vaksin Covid-19 ini memecahkan rekor kecepatan  pembuatan vaksin yang selama ini belum pernah terjadi dilakukan dalam waktu sangat singkat.
Data awal menunjukkan bahwa beberapa vaksin yang sedang diujikan di dunia memicu sistem kekebalan tubuh jauh lebih baik dibanding dengan kekebalan alami sehingga memberikan harapan besar bahwa vaksin Covid-19 akan segera ditemukan dan digunakan untuk mengatasi pandemi korona ini.
Beberapa vaksin  lainnya yang sedang dalam tahapan ujicoba fase akhir diantaranya molecular clamp vaccine, Novovac vaccine, BCG vaccine, Oxford vaccine dan CanCino vaccine.
Hal lain yang perlu diketahui oleh masyarakat bahwa kekebalan tubuh yang ditimbulkan oleh penderita virus korona ternyata tidak bertahan lama artinya kalaupun vaksin telah ditemukan, maka penggunaan vaksin covid-19 ini bukanlah  sekali seumur hidup, namun harus digunakan berkali kali.
Sebagai gambaran vaksin flu berbagai strain sudah berhasil dikembangkan.  Dalam penggunaannya  vaksin yang digunakan merupakan vaksin kombinasi  (terdiri  dari 2-4 jenis vaksin ) untuk mengatasi berbagai strain virus flu yang memiliki karakteristik dan pathogenitas yang berbeda beda. Oleh sebab itu vaksin flu biasanya digunakan setahun sekali sebelum musim flu dimulai.Â
Hal lain yang perlu dipahami juga bahwa kemungkinan vaksin covid-19 akan mirip penggunaannya dengan vaksin flu yang harus diberikan berkali kali.
Perlu diingat bahwa walaupun sudah divaksin bukan berarti orang tersebut memiliki kekebalan total sehingga tidak terserang virus Covid-19, namun  orang tersebut  dapat saja terkena virus korona, namun dampaknya tidak separah orang yang tidak diberi vaksin sehingga diharapkan dapat pulih  kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H