Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rasisme dan Xenophobia di Tengah Pandemi Korona

31 Mei 2020   07:50 Diperbarui: 2 Juni 2020   21:46 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rasisme memang tampaknya tidak akan pernah musnah dari bumi ini karena kebanggaan yang berlebihan terhadap ras dan golongan tertentu seringkali membutakan hati dan pikiran.  Bahkan rasisme dapat berdampak lebih buruk lagi yaitu mengarah pada xenophobia yaitu ketakutan dan kebencian yang berlebihan pada pendatang  dan orang asing sebagai ekspresi konflik SARA yang terjadi latar kelompok masyarakat ataupun ras.

Salah satu sisi gelap pendemi korona ternyata erat hubungannnya dnegan rasisme dan xenophobia ini.  Bagaimana ras Asia (baca: lebih kepada mongolid yang iidentikkan dengan ras Cina) menjadi sasaran secara membabi buta sebagai ras yang menyebabkan dunia menjadi mala  petaka akibat dipostulasi sebagai sumber segala permasalahan yang menyangkut pandemi korona.

Sayangnya rasisme dan xenophobia ini berkembang dan membesar apinya karena  beberapa pimpinan dunia karena kepentingan politik dalam negerinya secara terbuka menuduh dan membuat ujaran kebencian. 

Ibarat menyiram minyak ke dalam api kecil, kini rasisme dan xenophobia menjadi momok tersendiri karena di beberapa negara sudah memakan korban seperti misalnya di Amerika, Australia, Perancis, Russia, Inggris, Kenya, Ethiopia, Afrika Selatan dan negara di Timur Tengah.

Kemajuan suatu negara dan juga tingkat pendidikan tampaknya tidak berpengaruh pada fanatisme yang berlebihan  akan kepercayaan bahwa ras tertentu lebih baik dari ras lainnya.

Di level dunia PBB sebenarnya  sudah melakukan konvensi terkiat dengan tindakan melawan rasisme ini dan sebanyak 182 negara ikut meratifikasinya.  Oleh sebab itu sentimen  anti Asia di tengah pandemik korona menurut PBB   harus ditindaklanjuti secara serius oleh negara yang meratifikasinya.

Labelisasi virus korona oleh Presiden Trump dan Secretary of State Mike Pompeo sebagai "Wuhan virus" dan "Chinese virus" merupakan bagian dari ekspresi  kebencian dan i rasisme yang ditunjukkan oleh orang yang terpelajar sekalipun.  Bahkan ketika salah satu wartawan warga Amerika keturunan Asia bertanya Trump secara spontan menyatakan "jangan tanya ke saya tanya saja ke pemerintah Cina"

Pernyataan Trump terkiat putus hubungan Amerika dengan WHO yang secara eksplisit menyatakan bahwa WHO bermain politikk dan Cina sentris merupakan contoh lain bagaimana pimpinan membuat api rasisme ini semakin membesar.

Di italia salah satu gubernur di wilayah Veneto di depan wartawan serara eksplisit menyatakan bahwa bangsa Italia akan lebih mampu menangani pandemi korona karena secara budaya bangsa Italia sudah terbiasa hudup lebih bersih dibanding dengan bangsa Cina yang memiliki kebiasaan makan tikus hidup hidup.

Menteri pendidikan Brazil secara terbuka menuduh bahwa pandemi korona merupakan program sistematis Cina untuk menguasai dunia.

Kita ambil saja contoh negara Amerika yang merupakan negara adidaya dari berbagai segi ternyata menjadi salah satu pusat rasisme dan xenophobia di tengah pandemi korona.

Kejadian seperti seorang nenek berwajah asia ketika akan belanja di supermarket diteriaki  dan dipaksa untuk memakai masker karena dituduh sebagai sumber penyebaran virus korona.  Demikian juga sekelompok wanita muda langsung menghajar wanita muda lainnya berwajah Asia disertai dengan terikan kebencian sebagai penyebar virus korona.

Berbagai restoran dan billboard yang bercirikan  Asia menjadi sararan vandalisme dan coretan rasis karena dipotret sebagai ras yang paling bertanggung jawab terhadap penyebaran virus korona. Salah satu coretan di pintu restoran adalah "Kami tidak makan anjing".

Data yang dikumpulkan dari berbagai sumber seperti  Statistics on Anti-Asian incidents in the US: Ipsos, STOP AAPI HATE, New York City Commission on Human Rights, New York City Police, Los Angeles County Commission on Human Rights, Seattle Police, Network Contagion Research Institute, dan BBC research menunjukkan semakin meningkatnya sentimen  anti Asia di Amerika.

Laporan ujuran kebencian mencapai 1.710 kasus dan bahkan 15% diantaranya melaporkan mengalami kekerasan seperti diteriaki, diludahi dan bahkan dipukul.

Hal ini tentunya sangat erat hubungannya dengan hasil survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga tersebut dimana menunjukkan bahwa 33,33% penduduk Amerika berpendapat bahwa ras Asia lah yang bertanggung jawab terhadap bencana korona  ini. Sejak merebaknya pandemik korona kejadian anti Asia meningkat lebih dari 20 kali lipat di berbagai kota besar di Amerika.

Warga negara Amerika yang memiliki latar belakang ras Asia sudah mengalami penolakan ketika memesan taxi dan memesan hotel.  Bahkan seorang dokter yang bertugas di salah satu rumah sakit di Amerika ditolak oleh pasiennya ketika ingin menangani  penyakitnya dan disertai ucapan rasis yang menyatakan pasien tersebut tidak mau ditangani oleh dokter yang memiliki nama khas cina dan  berasal dari ras Asia.

Secara membabi buta sekelompok anak muda mengobrak abrik toko yang dimiliki oleh orang Asia karena kebenciannya dan  pola pikir rasieme yang sudah terpola bahwa ras Asia harus dimusuhi karena menjadi penyebab pandemi korona.

Bahkan di Tiongkok sendiri sempat diberitakan juga terjadi xenophobia kepada ras Afrika yang secara membabi buta dipercaya sebagai pendatang di Tiongkok yang menyebabkan penyebaran virus Korona.

Kejadian rasisme dan xenophobia di Amerika dan negara maju lainnya memang bukanlah hal yang baru dan tidak  akan pernah hilang, namun tampaknya  pandemi korona ini menjadi bahan bakar sendiri yang membesarkan api rasisme ini.

Rasisme terjadi lebih pada pembenaran tidakan dan ekspresi kebencian yang selama ini sudah ada di benak hati dan pikiran seseorang.  Jadi tampaknya pandemi  korona virus lebih pada  kondisi yang membuat api kebencian itu semakin membesar.

Tidak mudah memang mengapuskan rasime dan xenophobia ini karena terbentuknya kebencian ini terjadi secara bertahap dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana seseorang dibesarkan. Oleh sebab itu untuk mengurangi rasisme ini upaya yang ditempuh juga menyangkut multideimensi terutama pendidikan dan budaya.

Memahami budaya bangsa lain merupakan salah satu cara mengurangi kebanggaan akan ras yang berlebihan.  Dengan mengetahui dan mempelajari budaya lain kita secara perlahan akan sadar bahwa ada budaya bangsa dan ras lain yang lebih dari budaya yang kita miliki.

Ketika mulai memahami pentingnya multi budaya dalam bermasyarakat, maka sercara perlahan akan terbentuk toleransi.  Bahkan upaya yang sangat sederhana seperti misalnya  mencoba makanan khas dari etnis ataupun suku lain secara tidak sadar akan menumbuhkan toleransi.

Salah satu hal yang memicu rasisme adalah kebiasaan mengucapkan ujaran kebencian baik dalam kehiduipan sehari  hari maupun melalui media sosial. Oleh sebab itu salah satu tindakan yang perlu dikalukan bagi orang tua adalah mendidik dan menjajuhkan anak dari kondisi dan lingkungan yang biasa dan subur melakukan ujaran kebencian.

Dunia anak itu dipenuhi dengan kepolosan dan kejujuran, sehingga jika dari kecil orang tua berperan aktif dalam memberi warna kebathinan dan pola pikir yang menekankan bahwa rasisme dan xenophobia itu adalah tindakan anti kemanusiaan, maka jika kelak sudah besar anak anak tersebut akan melawan rasisme karena  bertentangan dengan hati nuraninya.

Dalam surah Al Hujurat ayat 13 Allah berfirman: "Wahai manusia, sesungguhnya Aku menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal".

Firman Allah SWT inilah yang mendasari salah satu teori fundamental dalam ilmu genetika populasi yang menyatakan bahwa keragaman genetik suatu spesies atau ras merupakan salah satu mekanisme alam untuk menghindari musnahnya suatu spesies ataupun ras jika terjadi perubahan lingkungan yang ekstrim yang mendadak  (Genetic Drift).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun