Jika dulu dunia pernah mengenal apa yang dinamakan perang dingin (cold war) yang hampir saja memicu perang dunia ketiga yang beradu kekuatan senjata nuklir,  kini nampaknya timbul ketegangan baru yang disebut dengan perang dingin baru, yaitu perang ideologi  yang melibatkan unsur biologis dalam hal ini virus korona.
Di bawah komando Presiden Trump, mulai dihembuskan bahwa pandemi korona ini  tanggungjawabnya harus ditimpakan pada Tiongkok, karena keteledoran Tiongkok lah dunia kini dunia kalang kabut menangani pandemi korona dan menyebabkan perekonomian dunia mulai menunjukkan tanda tanda kelumpuhan.
Tuduhan tidak hanya sampai disitu saja namun juga mengkaitkan WHO sebagai "boneka" Tiongkok.  Sementara itu Tiongkok secara terbuka sudah berkali kali membantah hal ini termasuk kemungkinan kebocoran virus ini dari laboratorium penelian. Bahkan Amerika mengancam akan keluar dari keanggotaan WHO dan tidak akan berkontribusi  dana ke WHO.
Bahkan negara negara Eropa dan Australia juga  mulai menggalang kekuatan untuk melakukan penyelidikan akan  asal usul virus dengan tujuan menuntut kerugian pada Tiongkok akibat dampak merebaknya virus korona yang menghantam dunia kesehatan dan perekonomian mereka.
Gerakan solidaritas politik politik baru  ini dapat saja disebut sebagai era "New Cold War" karena tengah menimbulkan ketegangan baru yang dapat saja mengganggu situasi politik global.
Sampai saat ini memang belum dapat dibuktikan bahwa virus korona yang menyebar saat ini merupakan kesalahan rekayasa laboratorium. Â Bahkan beberapa hasi penelitian yang sudah dipublikasi termasuk dari WHO menunjukkan bahwa virus korona ini terjadi secara alami melalui mekanisme mutasi.
Gonjang ganjing dan saling tuduh terkait asal usul virus korona memang  menarik untuk dibahas.  Walaupun masih belum ada bukti yang menyakinkan Amerika bersikukuh bahwa virus korona menyebar karena kesalahan Tiongkok karena ketidak hati hatian  sehingga virus keluar dari laboratorium dan menjadi momok bagi dunia.
Tuduhan kemungkinan bahwa penyakit berbahaya keluar dari laboratorium dan menyebabkan kematian memang bukan rahasia lagi karena kesalahan sekecil apapun di laboratorium dapat saja menyebabkan musibah besar.
Amerika walaupun dilengkapi dengan fasilitas laboratorium dan sistem keamanan laboratorum yang sangat memadai  sekalipun memiliki pengalaman buruk terkait kejadian lepasnya penyakit dari laboratorium.
Sebut saja  di tahun 2014 pihak berwenang Amerika Food and Drug Administration menemukan 6 tahung yang berisi biang penyakit cacar  air yang ditaruh secara sembarangan di laboratorium tanpa pengaman yang memadai.  Penyimpanan penyakit menular ini seharusnya di laboratorium khusus dengan  tingkat kemanan tinggi, yaitu minimal laboratorium bio sekuriti level 2.
Tidak hanya sampai di situ  saja pada  tahun 2014, pihak  Centers for Disease Control and Prevention secara tidak sengaja mengirim spora penyakit  anthrax ke tiga laboratorium yang tidak memadai untuk mengamankan anthrax yang berbahanya ini.  Kejadian ini diperkirakan telah membuat para peneliti terekspos bakteri berbahaya dan mematikan ini, namun tidak diberitakan.
Ketidak sengajaan mengirimkan bakteri anthrax yang sangat berbahaya ini tanpa pengamanan yang memadai kembali terjadi di tahun 2015. Â Tidak tanggung tanggung dalam kasus ini Pentagon terlibat langsung mengirimkan bakteri anthrax ke 9 negara bagian di Amerika dan ke Korea Selatan.
Kejadian dan kecerobohan yang terjadi di laboratorium di Amerika menurut American Biological Safety Association angkanya cukup tinggi.  Sebagai contoh di periode tahun 1979 sampai dengan 2005 saja di Amerika kasus keteledoran ini mencapai 1.141 kasus infeksi yang terjadi akibat "kebocoran" dari laboratorium.
Amerika bukan satu satunya negara yang mengalami kasus ini, Inggris misalnya juga mengalami hal yang sama. Â Di tahun 1970 kebocoran virus cacar air di Inggris menyebabkan kehebohan dan kematian 3 orang.Â
Di tahun yang sama di Tiongkok kebocoran virus influenza dari laboratorium menyebabkan sejumlah kematian. Diduga di tahun 1995 ketika terjadi meledaknya penyakit encephalitis di Venezuela yang menyebabkan kematian 311 orang terjadi akibat kebocoran penyakit dari laboratorium.
Sebelum pandemi korona kasus yang terbaru yang terkait dengan SARS yang juga menghebohkan dunia terjadi di era tahun 2003 dan 2004 lalu menyebabkan pekerja dan peneliti di labaratoium tertular virus mematikan ini di beberapa negara seperti Singapore, Taiwan dan Tiongkok. Â Kejadian ini menulari 7 orang dan menyebabkan 1 orang mengalami kematian, untungnya karus ini berhasil dielimasi dan tidak menyebar ke dunia.
Jadi pada intinya tidak ada satu negara pun di dunia yang bebas dari kesalahan yang terjadi di laboratorium. Â Oleh sebab itu selalu ada resiko penyakit menyebar dari laboratorium akibat keteledoran.
Guna mengurangi resiko kebocoran oenyakut dari laboratorrim memang diperlukan laboratorium yang memperhatikan biosekuriti kelas tinggi. Â Laboratorium yang biasanya diperbolehkan untuk melakukan dan menangani penyakit menular ini adalah laboratorium tipe 1 dan 2 yang sering disebut dengan High Security Laboratory dengan protokol mengikuti Prosedur Operasi Baku (POB) dari WHO.
Ditengah tengah pandemi korona politisasi korona untuk membela kepentingan suatu negara memang wajar wajar saja terjadi terutama untuk mempertahannya kebijakan yang sedang dilakukan oleh rezim tertentu. Namun hal yang perlu diperhatikan dilakukan saat ini adalah bagaimana cara memutus rantai penyebaran virus korona ini.
Di saat pandemi salah satu pemicu sulitnya mengurangi laju penyebaran adalah arus migrasi  yang sangat tinggi.  Sebagai contoh kota Wuhan arus keluar  masuk orang ke kota tersebut baik melalui transportasi udara dan darat sangat tinggi.Â
Frekuensi penerbangan di Wuhan termasuk penerbangan internasional salah satu yang tertinggi di dunia untuk kategori non ibukota. Arus migrasi  ini merupakan salah satu pemicu penyebaran korona virus. Jadi memang  tidak heran virus ini menyebar secara cepat ke seluruh dunia
Sumber lain yang yang saat ini menjadi perhatian dunia adalah hewan liar karena sudah banyak kasus yang ditemukan penyakit yang ditemukan di hewan yang tidak menyebabkan gejala penyakit  jika sudah masuk ke manuia akan berakibat fatal.
Sistem peternakan modern yang ada saat ini walaupun sudah menerapkan biosekurti yang sangat baik tetap saja perlu diwaspadai kerena penyakit pada hewaan dapat menular pada manusia, yang sering disebut sebagai penyakit zoonosis.
Tuduhan dan solidarisasi yang tengah digalang negara-negara tertentu di dunia memang berisiko memecah dunia dan menimbulkan keseimbangan baru.
Tidak dapat dipungkiri memang ketidak senangan  Amerika terhadap Tiongkok dilatar belakangi oleh pengaruh Tiongkok terhadap politik dan perekonomian dunia.  Sebagai contoh perekonomian sebagian besar negara berkembang di Afrika kini berada di bawah kontrol penuh Tiongkok.  Sehingga dalam perang dagang sekalipun yang sedang berlangsung beberapa lama Amerika kesulitan untuk menaklukkan Tiongkok.
Pandemi korona diperkirakan merupakan ketidak senangan kelompok white supremasi terhadap kebangkitan jilid 2  bangsa Asia (Yellow Race) dalam perekonomian setelah sebelumnya Jepang pernah mendominasi pernah mendominasi perekonomina dunia.
Xenophobia terkait virus korona sudah mulai marak, selamat datang era New Cold War di tengah tengah  pandemi  korona.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H