Sampai dengan hari ini angka penderita terjangkit virus Covid-19 telah melewati angka 1,5 juta dengan tingkat mortalitas mencapai  88,000 orang dengan negara yang terparah terdampak  virus ini adalah Amerika, Inggris, Spayol, Italia, Jerman dan Belanda dan telah menyebar lebih dari 70 negara.
Di awal merebaknya virus  di Wuhan di akhir tahun 2019 lalu memang banyak beredar rumor bahwa virus ini merupakan hasil rekayasa yang ditujukkan untuk membuat senjata biologis dan bahkan dikaitkan dengan teknologi 5G yang sedang dikembangkan oleh Tiongkok.  Benarkah demikian?
Hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh Scripps Research Institute yang diterbitkan di jurnal ilmiah bergengsi the journal Nature Medicine paling tidak memberikan klasifikasi terhadap isu liar yang sedang berkembang ini.
Dengan cara membandingkan runutan genome virus  SARS-Cov-2 dan virus lainnya para peneliti berhasil membuktikan bahwa tidak ada proses rekayasa yang terlibat di dalamnya karena virus Covid-19 ini terjadi secara alamiah melalui proses evolusi dan seleksi alam.
Secara ilmiah virus korona merupakan bagian dari kelompok famili virus yang dapat menyebabkan penderita terdampak mengalami sakit mulai dari level ringan sampai dengan level berbahaya.
Data empiris menunjukkan pembuktian bahwa virus korona ini menyebabkan sakit diketahui pada tahun 2013 lalu ketika saat itu merebak epidemi SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) di Tiongkok. Â Tidak hanya sampai disitu ternyata gelombang kedua meledaknya virus ini terjadi di tahun 2012 di Arab Saudi yang dikenal dunia sebagai MERS (Middle East Respiratory Syndrome).
Puncaknya pada akhir tahun 2019 lalu pihak otoritas Tiongkok menyampaikan kasus merebaknya virus Covid-19Â kepada badan kesehatan dunia WHO Â yang menyebabkan penderita terdampak sangat parah dan mematikan.
Virus Covid-19 memang tidak hanya berbahaya namun juga perkembangannya sangat cepat sekali. Hanya dalam kurun waktu kurang dari 2 bulan sejak pemerintah Tiongkok melaporkan kasus ini untuk pertama kalinya ke badan kesehatan dunia WHO, sudah ditemukan 167.500 kaus Covid-19 ini dan memakan korban jiwa 6.600 orang.
Segera  setelah merebaknya virus ini ternyata pihak otoritas Tiongkok telah melakukan penelitian dan berhasil merunut genome virus ini dan menyampaikannya pada dunia. Tidak hanya sampai disitu saja pihak otoritas Tiongkok juga melaporkan bahwa virus ini ditularkan dari orang ke orang dan menyebar ke populasi baik di Tiongkok maupun ke populasi dunia.
Dengan tersedianya data runutan genome virus Covid-19 ini para peneliti dunia selanjutnya  memperlajari mekanisme bagaimana virus ini sampai dapat masuk ke lapisan dinding sel dengan jenis protein apa saja yang dihasilkan oleh virus ini  dan mekanisme penempelannya pada dinding sel manusia. Melalui mekanisme inilah akhirnya  para peneliti berhasil mengidentifikasi backbone virus ini.
Backbone virus ini ternyata sangat berbeda dengan backbone virus yang sama yang ditemukan di kelelawar dan treggiling yang diduga sebagai asal muasal penyebaran virus ini di Wuhan.
Dari hasil penelitian ini berhasil dibuktikan Virus Covid-19Â bukan hasil rekayasa genetik virus SARS-C0v-2 karena protein yang dihasilkannya dan backbone nya berbeda. Â Artinya Virus Covid 19 ini merupakan produk evolusi alam.
Dua Kemungkinan
Dari hasil penelitian labotorium ini para peneliti menduga bahwa ada dua mekanisme yang valid terkait asal usul virus Covid-19 ini, yaitu:
Kemungkinan pertama adalah virus ini mengalami evolusi melalui  mekanisme seleksi alam pada inang hewan dan berubah menjadi virus pathogen.  Selanjutnya virus ini menular ke manusia.  Kelelawar merupakan hewan yang diduga sebagai asal usul virus ini karena memang pada kenyataannya sudah umum  ditemukan virus SARS-CoV-2 ini pada kelelawar. Catatan: virus SARS-Cov-2 pada kelelawar ini mirip dengan virus korona,
Memang sampai saat ini tidak ada bukti penularan virus ini secara langsung dari kelelawar ke manusia, sehingga timbul dugaan ada hewan lain yang menjadi perantara lainnya yang menularkan virus ini ke manusia.
Melalui mekanisme hasil protein dan mekanisme penempelannya ini selanjutnya diduga bahwa sebelum menular ke manusia virus ini telah mengalami evolusi secara cepat dan berubah menjadi virus pathogen di inang dan segera  menyebar setelah masuk ke tubuh manusia dan selanjutnya menular  dari manusia ke manusia secara cepat.
Kemungkinan kedua adalah virus Covid-19 tadinya tidak bersifat pathogenik  namun setelah menular ke manusia dari hewan virus ini mengalami evolusi dan berubah menjadi virus pathogen yang mematikan.
Pada kenyataannya memang beberapa jenis virus korona yang ditemukan pada trenggiling di wilayah Asia dan Afrika memiliki kesamaan dengan SARS-CoV-2. Jadi kemungkinan telah terjadi  transmisi virus ini dari trenggiling ke manusia melalui hewan perantara lainnya seperti musang.
Setelah menular kemanusia virus ini mengalami evolusi baik jenis proteinnya maupun mekanisme penempelannya pada sel manusia. Â Proses evolusi virus ini diduga telah terjadi tanpa terdeteksi karena tidak menimbulkan gejala sakit sebelum merebaknya virus Covid-19Â ini.
Para peneliti berhasil membuktikan mekanisme evolusi SARS-CoV-2 hampir mirip dengan virus flu burung yang juga dapat menular dari hewan ke manusia yang  mneyebabkan virus ini menjadi sangat berbahaya setelah mengalami evolusi di dalam tubuh manusia.
Mamang sampai tahap ini sulit untuk ditentukan mekanisme mana yang sebenarnya terjadi. Â Namun para peneliti memperingatkan bahwa jika mekanisme penularan virus korona ini dari hewan ke manusia sudah dalam bentuk virus pathogen maka bukan tidak mungkin ke depan virus ini Kembali meledak di masa mendatang karena virus akan tetap eksis pada hewan dan setiap saat akan menjadi ancaman pada manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H