Dalam perbenturan kedua kutup inilah Aung San Suu Kyi berada di tengah tengah tidak berdaya menghentikan kebijakan pihak militer dan ketidak berdayaannya memperjuangkan hak azasi manusia yang selama ini jiwanya melekat pada dirinya sebagai pejuang hak azasi manusia.
Sampai dimasukkannya kasus ini ke pengadilan internasional pun pihak militer Myanmar masih berpendapat bahwa kebijakan militer yang dilakukan terhadap Rohingya adalah benar karena dianggap menggangu keamanan Myanmar dan negara lain  tidak berhak mencampunri urusan dalam negeri Myanmar.
Bahkan pihak militer menyebut bahwa dibawanya kasus Rohingya ini ke pengadilan internasional merupakan salah satu contoh  konspirasi internasional untuk memaksa Myanmar membuat wilayah otonomi khusus untuk kelompok minoritas ini sekaligus merupakan contoh bagaimana kekuatan pendanaan internasional  berhasil membiayai gerakan ini yang mempengaruhi opini dunia,
Ketidakmampuan Aung San Suu Kyi mengontrol pihak militer memang merupakan masalah kronis yang membuatnya tidak berdaya. Â Dunia internasional sebenarnya sangat menyadari hal ini termasuk misalnya perdana Menteri Australia.
Pemilu di tahun 2015 yang memunculkan nama Aung San Suu Kyi tampaknya tidak banyak berarti bagi perubahan afmosfir demokrasi di Myanmar yang selama ini dikuasai oleh militer yang mengekakng demokrasi.
Sebagai pejuang hak azasi manusia Aung San Suu Kyi pastilah menyadari bahwa kejadian yang menimpa kelompok minoritas Rohingya bertentangan dengan hati nuraninya, namun kekuasaanhya dalam mengendalikan negara sangat terbatas sekali.
Bukan tidak mungkin pihak militer secara sistematis sangat membatasi informasi terhadap apa yang sebenarnya terjadi terhadap kelompok Rohingya ini.  Hal ini tercermin dari agrumentasi dan  "pembelaan" Aung San Suu Kyi  di awal awal meledaknya kasus pengungsian besar besaran Rohingya ini.
Sebagai orang yang memiliki latar belakang pendidikan internasional kini Aung San Suu Kyi harus menghadapi kenyataan bahwa diajukannya kasua Rohingya ini memiliki konsekuensi besar baik bagi dirinya maupun bagi negaranya.
Berbagai penghargaan internasional yang pernah diperolehnya yang terkait dengan sepak terjangnya sebagai pejuang hak azasi manusia tentunya telah manjadi wake up call bagi dirinya bahwa ada sesuatu yang tidak beres terhadap hak azasi manusia di negaranya.
Dalam menghadapi proses pengadilan ini Aung San Suu Kyi akan bertindak sebagai ketua delegasi yang berarti beban akan berada pada  dirinya.
Myanmar memang tidak bisa menghindari pengadilan ini karena Myanmar tercatat sebagai salah satu negara yang menandatangani konvensi 1948 yang terkait dengan genosida yang tidak saja melarang negara melakukan genosida namun juga negara harus mencegah dan memberikan hukuman pada pelalu genosida.