Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jepang Kekurangan Tenaga Kerja Terampil, Indonesia Berpeluang?

9 September 2019   10:44 Diperbarui: 9 September 2019   10:59 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hasil pemetaan tenaga kerja Jepang menggambarkan bahwa saat ini Jepang masuk ke tahap kritis kekurangan tenaga kerja terampil yang berperan di garis depan industrinya.

Kekurangan tenaga kerja ini tidak lepas dari populasi Jepang yang semakin menua dan keengganan generasi jepang masuk dalam sektor industri tertentu seperti misalnya tenaga pengolahan sampah, perawat, industri elektronik primer, perumahan, pengemudi bus dll nya.

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir jumlah generasi muda Jepang yang ingin masuk ke sektor tenaga kerja garis depan ini semakin menurun.  Dalam situasi krisis seperti ini Jepang memang mengandalkan tenaga kerja asing disamping tentunya upaya mempekerjakan kembali tenaga yang sudah memasuki masa pension (60 tahun ke atas).

Memperkerjakan kembali tenaga yang sudah memasuki masa pensiun ternyata mengundang permasalahan tersendiri karena umumnya pekerjaan yang tersedia memerlukan stamina dan keterampilan khusus yang tentunya tidak banyak dimiliki oleh tenaga kerja yang sudah memasuki masa pensiun.

Disamping itu ternyata angka kecelakaan kerja pada tenaga kerja yang sudah lanjut usia ini mengalami peningkatan seperti misalnya kecelakaan bis yang disopiri oleh sopir yang berusia lanjut, kecelakaan di tempat kerja yang memakan korban jiwa di tempat kerja yang mengoperasikan alat peralatan yang berbahaya jika tidak dilakukan secara hati hati.

Pemakaian jasa tenaga asing di Jepang juga menimbulkan dilema saat ini karena kontrak kerja yang terbatas (5 tahun) dan memerlukan tingkat kecakapan tertentu serta kemahiran berbahasa Jepang.

Dengan peraturan tenaga kerja asing seperti ini Jepang mulai ditinggalkan oleh peminat pencari kerja. Karena dianggap rumit dan memerlukan waktu lebih untuk memasuki sektor kerja di sana.

Masalah kekurangan tenaga kerja seperti ini membuat Jepang mulai berpikir kembali apakah memang peraturan lama kerja dan tidak boleh pindah profesi, kemahiran berbahasa Jepang serta standar keahlian tertentu yang harus dipenuhi ini harus direvisi.

Krisis tenaga kerja di lini depan ini memang membuat pusing Jepang karena jika tidak segera diatasi akan menurunkan perekonomian Jepang yang selama ini memang sudah melambat. 

Dalam kondisi seperti ini Jepang tidak lagi menjadi tujuan utama para pencari tenaga kerja. Sebagai contoh tenaga kerja terampil dari Vietnam sekarang lebih memilik bekerja di Korea Selatan dan Taiwan jika dibandingkan dengan bekerja di Jepang.

Di kedua negara ini mereka membuka pusat pelatihan di Vietnam untuk mempersiapkan tenaga kerjanya. Melalui cara seperti ini biaya untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil yang diperlukan relatif  lebih murah jika dibandingkan dengan melatihnya di negara mereka.

Di Taiwan masa kerja tenaga asing ini dapat mencapai 12 tahun dan mereka dapat beralih pekerjaan jika tidak disukai.  Sehingga tidak heran jika misalnya disebuah perusahaan elektronik dengan 425 pekerja, 175 diantaranya berasal dari Vietnam.

Dalam era golobalisasi seperti ini kebutuhan akan tenaga kerja menjadi semakin terbuka.  Salah satu kunci untuk memasuki wilayah ini adalah  keterampilan.

Sudah menjadi rahasia umum Indonesia lemah dalam memasok tenaga terampil ini di pasaran tenaga kerja internasional.  Jumlah tenega kerja kita memang cukup besar namun didominasi oleh tenaga kerja tidak terampil.

Tenaga perawat di berbagai negara saat ini didominasi oleh  tenaga kerja dari Philipina dan kini disusul oleh Vietnam.  Di berbagai rumah jompo di Hongkong dan Taiwan tenaga kerja Vietnam mulai mendominasi sektor hospitality ini.

Dalam situasi seperti ini Indonesia memang memiliki potensi untuk mensupplai tenaga kerja terampil yang dibutuhkan pasaran kerja dunia atau paling tidak di wilayah Asia Timur dan ASEAN. 

Saat ini ketidak mampuan Indonesia bersaing dengan negara tetangga seperti Vietnam dalam mengisi posisi tenaga terampil memang harus segera dibenahi.  Sudah saatnya titik fokus kenaga kerjaan Indonesia digeser dari pensuplai tenaga non terampil menjadi pensuplai tenaga terampil.

Perubahan visi seperti ini memang tidak semudah membalikkan tangan, namun perlu kemauan dan langkah nyata dalam menyiapkan tenaga terampil ini untuk pasaran Internasional.

Kesulitan mencari kerja di dalam negeri harus disertai dengan kompensasi penyiapan tengara kerja terampil untuk keperluan tenaga kerja di level internasional.

Jika ditangani dengan serius bukan tidak mungkin dalam kurun watu 10 tahun ke depan Indonesia akan memegang peran sentral sebagai negara pensuplai tenaga kerja terampil yang tentunya akan menjadi kebanggaan disamping akan mendatangkan devisa bagi negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun