Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Metaverse Pilihan

E-Sport Ajang Olahraga Kaum Milenial

29 Juli 2019   10:39 Diperbarui: 30 Juli 2019   07:34 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana final yang dipenuhi penonton. Photo: The Verge

Olahraga tradisional memang selalu diartikan sebagai olahraga yang melibatkan  sarana fisik seperti lapangan olah raga, stadium, gymnasium ataupun peralatan pendukung olahraga lainnya seperti bola, raket, meja, net dll.

Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi olahraga tradisional ini walaupun perannya masih dominan namun sedikit demi sedikit perannya tergeser oleh  e-sport yang umumnya memiliki  dukungan teknologi informasi yang sangat kuat dan tidak memerlukan sarana fisik seperti olahraga tradisional.

E-sport ini sudah dianggap sebagai industri yang mendunia  karena melibatkan jumlah uang yang tidak sedikit yaitu mencapai milyaran dolar.

Sebagai contoh pertandingan level dunia yang memperebutkan juara dunia pertandingan game komputer bernama Fortnite baru saja usai beberapa waktu lalu.

Tidak tanggung tanggung para pemenang turnamen e-sport ini  secara kolektif mendapatkan uang sebesar US30 juta atau setara dengan Rp. 420.000.000.000,- dan sebagai pemenang utama seorang remaja Amerika bernama Kyle Giersdorf yang baru berusia 16 tahun keluar sebagai jawara dan memenangkan hadiah utama bagi individu sebesar US$3 juta atau setara dengan Rp. 42 milyar.

Rekor hadiah turnamen yang cukup mencengangkan ini akan segera pecah dengan adanya turnamen e-sport lainnya yang akan diselenggarakan bulan Agustus ini.

Tidak tanggung tanggung final turnamen e-sport ini diadakan di sebuat stadium olahraga Arthur Ashe Stadium di  New York   yang  dilengkapi dengan layar lebar raksasa agar penonton dapat mengikuti jalannya tertandingan e-sport ini.

Suasana final yang dipenuhi penonton. Photo: The Verge
Suasana final yang dipenuhi penonton. Photo: The Verge
Seperti halnya pemenang sebuah turnamen olahraga, Kyle Giersdorf yang dikenal dengan nama online nya Bugha berdiri ditengah tengah riuhnya tepuk tangan penonton di stadium merayakan kemenangannya.

Bagi sebagian orang  sah sah saja jika mengganggap e-sport bukanlah olahraga namun lebih kepada bagian dari kecanduan game komputer.  Namun dengan adanya turnamen e-sport  kelas dunia yang semakin marak  tentu saja pandangan ini sedikit demi sedikit akan berubah.

Untuk memberikan gambaran seberapa ketat persaingan di turnamen ini kita dapat melihat data statistik berikut:

Jumlah peserta turnamen ini melibatkan 40 juta player dari 30 negara dalam babak kualifikasi yang berlangsung selama 10 minggu yang berkompetisi secara online. Di babak final melibatkan 100  yang berlaga di layar lebar raksasa stadium.

Dalam game Fortnite 100 pemain diterjunkan ke sebuah pulau untuk mencari senjata dan membangun struktur bangunan pertahanan sekaligus menyingkirkan dan mengeliminasi lawan lawannya sampai seorang pemain menjadi pemenangnya.

Game Fortnite memang merupakan salah satu game online yang sangat popular karena diperkirakan sudah sebanyak 200 juta gamer terdaftar yang berasal dari  berbagai belahan dunia. 

Fortnite merupakan salat satu turnamen e-sport yang mendunia. Photo: The Sun
Fortnite merupakan salat satu turnamen e-sport yang mendunia. Photo: The Sun
Game ini sebenarnya dapat diunduh secara gratis namun setiap player dapat membeli berbagai fasilitas untuk meningkatkan power nya.

Dalam permainan ini player dapat bermain secara individu atau berkelompok 4 orang atau dapat juga  berkelompok 20 orang dalam satu tim.

Disatu sisi e-sport seperti misalnya Fortnite memang sudah mendunia, namun banyak kalangan pembuat undang undang di negara seperti Inggris misalnya sudah memulai mempertimbangkan dapat negatifnya seperti kecanduan game online karena tidak memberlakukan  secara ketat pembatasan umur.

Perkembangan e-sport yang sedemikian pesatnya mau tidak mau akan merubah pandangan dan definisi olahraga  yang selama ini kita fahami.

Gelombang minat e-sport yang semakin membesar ini tentu saja tidak dapat lagi ditahan karena ada segmen tertentu di masyarakat dunia yang menyukai e-sport ini yang dapat mengikuti turnamen dari tempat yang dirasakan sangat nyaman karena e-sport tidak lagi mengenal dimensi tempat dan waktu.

Jika catur dianggap sebagai olahraga otak, maka e-sport ini mengkominasikan kemampuan otak sekaligus kordinasi kecepatan jari dalam memenangkan stuatu strategi dalam suatu  turnamen.  

Mungkin disinilah letak kelebihan e-sport ini disamping tentunya dapat mencari teman tanpa batas ras, agama dan negara serta tentunya hadiahnya yang sangat menggiurkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Metaverse Selengkapnya
Lihat Metaverse Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun