Lemahnya intelejen Amerika inilah yang kelak akan menimbulkan pergesekan politik Iran dengan Amerika termasuk di dalamnya peristiwa penyanderaan warga Amerika yang menghebohkan dunia.
Ayatollah Ali Khamenei sebagai penerus Khomeini secara gencar menyerukan gerakan anti Amerika yang sedang "menghukum" Iran dengan sangsinya dengan alasan senjata nuklir yang sedang dikembangkan Iran.
Kebijakan Trump yang anti Iran  dan menggandeng erat Israel dan Saudi Arabia memang membuat ketegangan baru di kawasan Timur Tengah.  Banyak kalangan yang berpendapat tekanan berupa sangsi yang diberlakukan Amerika akan gagal "menundukan" Iran sebagaimana yang terjadi 40 tahun lalu ketika Khomeini menginjakkan kakinya kembali di Iran.
Khomeini meninggal dunia 10 tahun setelah kembali ke Iran tepatnya tahun 1989. Â Tidak ada yang dapat membantah bahwa peristiwa kembalinya Khomeini dan pengaruhnya selama 10 tahun sekembalinya dari pengasingan telah melahirkan poros baru perpolitikan dunia, yaitu Republik Islam.
40 tahun peristiwa kembalinya Khomeini dari pengasingan yang menandai rovolusi Iran  memang sudah berlalu.  Kini tampaknya ingatan dan kebesaran peristiwa tersebut mulai redup dengan berjalannya waktu terutama di kalangan generasi baru Iran.
Gejolak politik di Tumur Tengah dan dinamisnya perubahan peta politik  di kawasan ini  memang akan menguji Iran kembali.  Apakah Revolusi Iran yang melahirkan Republik Islam ini akan terus bertahan di tengah derasnya arus perubahan perpolitikan dunia? Hanya waktu sajalah yang akan menentukannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H