Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yang di-Pertuan Agong dan Tradisi Kesultanan yang Masih Bertahan

23 Januari 2019   09:58 Diperbarui: 23 Januari 2019   13:04 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sultan Kelantan Muhammad V mengundurkan diri sebagai Yang dipertuan Agong. Photo:AP Photo/Yam G-Jun

Malaysia kembali menarik perhatian dunia karena dalam hari Kamis mendatang akan menentukan siapa yang menjadi Yang di-Pertuan Agong dari 9 Sultan yang ada setelah sebelumnya Yang di-Pertuan Agong Sultan Muhammad V secara mendadak mengundurkan diri sebelum masa kekuasaannya berakhir.

Muhammad V yang berasal dari Kelantan ini dianggap oleh banyak kalangan telah membuat sejarah baru dengan memberikan pengampunan kepada  Anwar Ibrahim yang dipenjarakan atas tuduhan melakukan sodomi.

Jika semuanya berjalan dengan lancar maka pada tanggal 31 January mendatang Yang di-Pertuan Agong baru akan dinobatkan dengan masa kekuasaaan selama 5 tahun mendatang.

Monarki di tengah Federal

Keberadaan Yang di-Pertuan Agong yang sejalan dengan pemerintahan federal Malaysia memang unik dan menarik perhatian tersendiri.

Ketika Malaysia mendapatkan kemerdekaan dari pemerintah Inggris pada tahun 1957 lalu keberadaan sistem sesultanan ini masih dipertahankan.

Keberadaan "King of the king" ini bukan hanya sekedar simbol tradisi saja namun dalam masa kekuasaannya Yang di-Pertuan Agong posisinya adalah kepala negara sekaligus kepala angkatan bersenjata.

Ketika Inggris melakukan kolonialisasinya di tanah Malay pada tahun 1874 kesultanan yang ada saat itu tidak dihancurkan, namun digandeng karena dinilai efektif dan dapat berjalan bersamaan dengan sistem kolonial.

Dari catatan sejarah yang ada sultan yang diangkat menjadi  Yang di-Pertuan Agong pertama adalah Tuanku Abdul Rahman dari Negeri Sembilan yang mendapatkan pendidikan hukumnya di Inggris.

Penentuan Yang Unik

Sistem penentuan Yang di-Pertuan Agong tergolong unik karena selama 60 tahun terakhir ini  menggunakan sistem rotasi.

Dalam pemilihan ini ada 4 kepala Negara bagian yaitu Melaka, Penang, Sabah dan Serawak tidak memiliki  peran  dalam pemilihan karena tidak memiliki kesultanan di wilayahnya.

Dalam proses pemilihannya setiap Sultan diberi kertas suara dan alat tulis yang sama dan diminta untuk menentukan sultan yang menduduki urutan pertama cocok atau tidak  tidak menjadi Agong.

Jika nama Sultan yang ada di urutan pertama gagal mendapatkan paling tidak 5 suara atau Sultan yang di urutan pertama tersebut tidak bersedia menjadi Agong, maka proses proses dilanjutkan dengan cara yang sama untuk ururan berikutnya sampai ada yang terpilih.

Dalam proses pemilihan ini ururan sultan dapat saja ditolak dengan alasan kesehatan yang tidak memadai.

Pada pemilihan kali ini giliran sultan yang akan dipiilih menjadi Agong adalah Sultan Pahang Tengku Abdullah Sultan Ahmad Shah yang baru diangkat menjadi Sultan minggu lalu menggantikan sultan sebelumnya yaitu ayahnya yang telah berusia 88 tahun.

Fasilitas 

Disamping tinggal di istana yang memiliki 22 kubah di wilayah subbrb Kuala Lumpur, jika sudah terpilih maka Agong akan mendapatkan anggaran sebesar 1,1 juta ringgit atau setara dengan  US $266.571 per tahunnya sedangkan permaisuri akan mendapatkan  anggaran sebesar 196.872 ringgit.

Istana Yang dipertuan Agong. Photo: Al Jazeera
Istana Yang dipertuan Agong. Photo: Al Jazeera
Disamping itu untuk membayar biaya kerumah tanggaan juga disediakan anggaran  3,8 juta ringgit termasuk  untuk membiayai staf rumah tangganya.

Keberadaan sistem  monarki di pemerintahan Federal yang masih dipertahankan ini tampaknya ditujukan lebih kepada menjaga tradisi yang sudah mengakar sebelum Inggris menguasai Malaysia dibanding dengan fungsinya.

Kini Kesultanan lebih berfungsi sebagai simbol etnik Malay,  penjaga nilai dan pelindung Islam di wilayahnya masing masing sekaligus sebagai wakil masyarakat.  

Rujukan : Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun