Mungkin dari 24 seri komik Tintin ini beberapa seri menjadi perdebatan khusus karena bersinggungan dengan rasisme.  Sebagai contoh  "Tintin ini the Congo" banyak didiskusikan oleh pengamat karena dalam cerita ini ras Afrika digambarkan sebagai ras sangat terkebelakang.
Di dalam seri Tintin in the Congo memang digambarkan  bagaimana kolonialisme saat itu (tahun 1930 an) memotret orang Afrika sebagai orang yang malas dan  kekanak kanakan.
Salah satu adegan  dari komik tersebut menggambarkan Tintin tengah berkunjung ke sebuah sekolah misionaris dan berdiri di depan kelas sambil mengatakan "teman teman ku, hari ini saya akan bercerita tentang tanah leluhurmu tanah airmu Belgia".
Di dalam seri Tintin in America digambarkan orang Indian sebagai orang yang terkebelakang  dan primitif dengan karakter sosok Indian yang mengacung  manggut-manggut sambil memegang  tomahawk dengan kata kata yang cenderung merendahkan.
Terkait dengan hal ini  kreator Tintin Herge berargumentasi bahwa  dia merasa  memiliki kedekatan dengan orang-orang pribumi, karena dia lebih menyukai primitif.
Pandangan Herge terhadap rasisme ini tampaknya mulai berubah di tahun 1934 Â ketika dia mulai berteman dengan Chang Chong-Chen mahasiswa seni dari Tiongkok. Perubahan sikap ini sangat jelas telihat dari seri komiknya yang berjudul The Blue Lotus.
Dalam seri ini Herge menggambarkan sikap Tintin yang pro Tiongkok dan memberikan kritik terhadap Jepang sedagai imperialis. Â Tidak hanya sampai disitu saja digambarkan juga sikap anti kolonialisme yang dilakukan oleh negara Eropa.
Namun dalam perjalannya kembali seri Tintin mengundang kontroversi. Pada serial The Red Sea Sharks digambarkan bagaimana Tintin dan teman temannya serta Kapten Haddock menyelamatkan seorang pejiarah muslim dari perbudakan. Lagi lagi orang Afrika digambarkan sebagai orang yang primitif  dan bodoh