Di awal tahun baru ini dunia lelang ikan kembali bergairah dan dihebohkan dengan pecahnya rekor harga lelang seekor tuna sirip biru (Thunnus thynnus) Â raksasa dengan harga yang sulit dimengerti oleh akal sehat yaitu mencapai US$3,1 juta atau sekitar Rp 44,4 milyar.
Lelang awal tahun baru ini juga menjadi sangat istimewa karena untuk pertama kalinya lelang dilakukan di pasar ikan baru yang bernama Toyosu di wilayah Tokyo  yang dulunya merupakan  pabrik gas.  Sebelumnnya secara melegenda pasar ikan lokasi paling  bergengsi di Jepang ini  berada di Tsukiji yang telah mencatat memegang berbagai rekor dunia penjualan ikan termahal di dunia.
Melegenda
Pasar ikan Tsukiji yang dibuka di tahun 1935 lalu memang menjadi perhatian dunia karena ikan yang di lelang merupakan ikan yang terbaik di dunia. Tingginya mutu ikan yang dilelang ini menjadikan pasar ikan Tsukiji sebagai acuan dunia karena ikan terbaik hasil tangkapan dunia biasanya berakhir di pasar ikan ini.
Oleh sebab itu restoran sushi berbintang dan berstandar internasional membeli ikan di sini sebagai jaminan mutu. Pasar ikan terbaru Toyosu tampaknya juga akan mewarisi reputasi pasar ikan terbaik di dunia ini.
Sebagai gambaran  biasanya harga tuna  sirip biru yang di lelang di pasar ikan ini harganya sekitar US$ 40 per kg nya atau setara dengan Rp. 572 ribu namun harga tersebut biasanya merangkak naik jika kualitas ikan tuna yang di lelang makin tinggi dan mendekati akhir tahun.  Di saat seperti ini harga lelang  tunanya  mencapai lebih dari US$200 atau sekitar Rp 2,86 juta per kg.
Memecah Rekor
Tuna yang kali ini berhasil memecahkan rekor lelang berwarna kehitaman dengan bobot 278 kilogram hasil tangkapan di pantai utara Jepang tepatnya  di kota nelayan Oma.  Tuna sirip biru "Oma"  yang ditangkap di perairan utara Jepang ini dikenal sangat berkualitas dengan harga yang melangit.
Tuna ini memang memenuhi persyaratan sebagai raja tuna di kalangan penggemar makanan tradisional Jepang sushi yang dikenal sebagai "kuro maguro" dan "otoro" yang masing masing bermakna berwarna hitam atau yang dikenal dengan " black diamond" dan juga memiliki lemak  yang banyak di bagian perutnya.
Cara penangkapan ikan tuna langka ini biasanya dilakukan secara tradisional yaitu dipancing bukan ditangkap dengan menggunakan alat tangkap modern seperti trawling.
Tuna yang memiiki kriteria di atas memang sangat langka sehingga jika ada maka harganya akan sangat mahal.
Sebagai gambaran sepotong sushi dengan daging tuna yang masuk kriteria "kuro maguro" dan "otoro" dihargai sekitar US$12 atau setara dengan Rp. 172.000.
Nama konglomerat sushi yang menguasai rantai bisnis sushi  Zanmai pembeli tuna termahal ini yaitu Kiyoshi Kimura bukanlah pendatang baru karena namanya sudah dikenal dunia dan lelang pasar ikan Jepang.
Beberapa kali Nama Kimura memang tercatat sebagai penawar tertinggi lelang awal tahun tuna Jepang. Sebagai contoh di tahun 2013 lalu Kimura pernah membayar sebesar US$1,4 juta atau sekitar Rp. 20 milyar untuk seekor ikan tuna.
Lelang ikan tahun baru ini bukanlah satu satunya atraksi yang  mengundang banyak orang namun juga penggemar daging tuna kelas atas namun juga antusias penggemarnya untuk  merasakan daging tunanya.  Hal ini terbukti di sore hari setelah lelang ratusan pencinta sushi rela antri untuk merasakan sepotong kecil potongan tuna "termahal" ini.
Menurut para "penggila" sushi tuna, daging ikannya sangat lezat dan segar  dan berbeda dengan rasa daging tuna yang biasa mereka makan karena disamping warnya dagingnya yang sangat jarang juga berlemak.
Mengalami Krisis
Kegemaran masyarakat Jepang mengkonsumsi daring tuna sirip biru ternyata membawa masalah tersendiri terhadap konservasi jenis ikan yang populasinya sudah digolongkan kritis ini karena Jepang tercatat sebagai konsumer terbesar dunia untuk jenis ikan ini.
Permintaan dan harga yang sangat tinggi dari tuna sirip biru ini memang terbukti memicu terjadinya overfishing di berbagai negara yang dikhawatirkan semakin menjadikan jenis ikan tuna ini semakin langka dan kritis.
Menurut catatan WWF tempat berkembang biaknya tuna sirip biru ini selain di pantai utara jepang, ikan tuna sirip biru ini sebagian besar menghabiskan hidupnya di lautan  Pasifik Barat sampai  pulau Sakhalin, utara New Zealand.
Hal yang sangat disayangkan adalah  nelayan di Jepang, Korea Selatan dan Mexico seringkali menangkap tuna sirip biru ini sebelum mencapai usia dewasa kelamin, sehingga berpengaruh besar terhadap kelangsungan hidup tuna sirip biru ini.
Disamping itu ternyata tuna sirip biru ini sangat sulit dibudidayakan di luar habitat liarnya karena sangat sensifif terhadap cahaya dan bunyi. Â Sehingga walaupun ada upaya untuk membudidayakan tuna sirip biru ini di beberapa negara termasuk Australia, ikan ini sangat jarang memijah dan berkembang biak.
Disamping itu tingkah laku berenang ikan tuna sirip biru yang meluncur dengan kecepatan tinggi seperti  torpedo ini sangat sulit dibudidayakan karena sering kali mengalami kematian karena menabrak  jaring ataupun langka ikan tempat memelihara ikan ini.
Saat ini populasi tuna biru asal Pasifik memang tampaknya sudah dalam keadaan kritis karena diperkirakan populasi nya  sudah berkurang sebanyak 96% jika dibandingkan era sebelum diadakan penangkapan besar besaran tuna sirip biru ini.
Upaya pelestarian tuna sirip biru ini memang sudah disepakati dunia termasuk Jepang dengan target menaikkan populasinya sebesar 20% di tahun 2034 mendatang.
Semoga manusia dan tuna sirip biru ini dapat hidup berdampingan secara lebih harmonis.
Rujukan:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H