Minggu ini ada dua langkah Jepang yang membuat dunia terperangah, yaitu: (1) diumumkannya perburuan ikan paus komersil mulai bulan Juli mendatang dan (2) Menarik diri dari keanggotaan the International Whaling Commission (IWC) organisasi dunia  yang bertugas melestarikan ikan paus. Sebagai catatan Jepang memang telah menjadi  anggota IWC sejak tahun 1951.
Jepang memang secara tradisi  terkait dengan perburuan ikan paus sebagai bagian budaya. Menurut catatan perburuan ikan paus di wilayah Antartika oleh kapal komersil Jepang dimulai tahun 1930, namun  dalam skala kecil.
Skala perburuan ini membesar pasca Perang Dunia II berakhir ketika saat itu Jepang mengalami kehancuran  dan rakyatnya kelaparan. Saat itu daging ikan pauslah yang menjadi tumpuan masyarakat jepang untuk memenuhi kebutuhan protein murahnya.
Di era tahun 1940-1960 an daging ikan paus merupakan sumber daging utama di Jepang dan puncaknya terjadi di tahun 1964 ketika Jepang membunuh lebih dari 24.000 iknan paus dalam setahun.  Sebagian besar jenis ikan paus yang diburu adalah fin whales dan  sperm whales.
Perburuan ikan Paus komersil memang telah dilarang oleh International Whaling Commission (IWC) pada tahun 1986 karena  beberapa jenis ikan paus sudah mengalami kelangkaan. Walaupun ada pelarangan ini Jepang masih mendapatkan kuota sangat terbatas  untuk melakukan perburuan ikan paus ini.
Alasan lain mengapa Jepang berburu ikan paus adalah alasan ilmiah untuk mempelajari apakah populasi ikan paus akan stabil jika dilakukan perburuan. Alasan "perburuan untuk  penelitian ilmiah" ini tentu saja mendapat tantangan dari pelestari satwa karena perburuan ini dinilai  lebih berat bobot komersil penjualan dagingnya  dibandingkan dengan bobot ilmiahnya.
Sejak dilakukannya moratorium perburuan ikan Paus, Jepang tercatat beberapa kali mencoba mematahkan aturan moratorium ini dengan jurus perburuan terbatas dengan menggunakan kuota. Namun upaya Jepang ini tetap saja mendapatkan tantangan dari dunia.
Berbagai proposal jepang seperti Sustainable Whaling Committee dan sustainable catch limits untuk jenis ikan paus yang masih banyak  gagal karena ditentang  oleh negara lain.
Dengan keluarnya Jepang dari IWC ini,maka Jepang tidak lagi terikat pada kesepakatan internasional pelarangan perburuan ikan paus.
Jepang sebenarnya bukan satu satunya negara di dunia yang memiliki tradisi berburu dan mengkonsumsi daging ikan paus. Â Tercatat Norwegia, Islandia dan suku Inutit di Kanada Utara memiliki tradisi ini.
Apapun alasannya dua keputusan Jepang di atas menggambarkan kegagalan diplomasi dunia terkait dengan pembatasan perburuan ikan Paus ini sekaligus mengungkapkan rasa frustrasi Jepang akan tekanan dunia terutama Australia dan Amerika. Tekanan dunia terhadap Jepang justru sebaliknya berakibat buruk dengan keluarnya Jepang dari the International Whaling Commission (IWC), sehingga dunia tidak dapat lagi "mengontrol" skala  perburuan ikan paus Jepang.
Akankah pembatasan perburuan yang dilakukan ala Jepang ini lebih berhasil melestarikan jenis ikan paus langka dibandingkan dengan diatur oleh dunia?
Dunia dan para pelestari satwa kini hanya dapat menunggu dampak  dari keputusan Jepang ini yang akan  memulai kembali perburuan  komersil ikan paus bulan July mendatang. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H