Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pakar Gempa Dadakan

2 Oktober 2018   08:49 Diperbarui: 2 Oktober 2018   08:55 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: Live Science

Di tengah tengah bencana yang tengah menimpa bumi pertiwi yang tentunya membuat kita sangat prihatin, ada fenomena menarik dimana banyak orang yang aktif di media sosial jadi ahli gempa dadakan.

Postingan  berita berita terkait gempa berterbangan dengan sangat mudah diteruskan ke grup media sosial tanpa berpikir panjang.

Coba saja kita perhatikan, jika kita misalnya ikut 5 grup maka berita yang sama masuk ke grup tersebut secara bertubi tubi, bahkan sampai 2-3 kali berita yang sama di teruskan ke grup.

Hal ini menunjukkan bahwa orang yang memposting berita tersebut tidak mengikuti perjalanan diskusi grup dengan baik.  Begitu membaca hasil posting dengan judul menarik atau membuat orang takut langsung diteruskan ke grup.

Hal yang memperparah keadaan adalah fenomena ini tidak mengenal tingkat pendidikan.  Saya ambil contoh saja di grup yang anggotanya orang pintar semua alias guru besar juga terjadi fenomena yang sangat memprihatinkan ini.

Seorang guru besar yang sudah dipastikan bidang keilmuannya bukan geologi  atau kegempaan dengan sangat sibuk  hampir setiap jam meneruskan berita dan foto foto terkait gempa.

Bahkan di salah satu beritanya di salah satu berita yang diposting yang menyangkut gempa besar yang diperkirakan akan meluluh lantakan Jakarta ada kalimat penutupnya "jika anda memiliki apartemen segeralah  jual !"

Ada lagi postingan yang mungkin bermaksud  untuk menambah keseruan grup diposting berita terkait air kolam renang di Surabaya yang katanya bergerak dan disebut tsunami mini yang dibumbui berita potensi gempa sedang bergerak menuju Jakarta.

Andai saja akal sehat dan logika dipakai sebelum meneruskan berita, maka tentunya fenomena seperti ini tidak akan terjadi. 

Sampai saat ini di Jepang yang banyak sekali pakar gempanya tidak dapat memastikan kapan gempa akan terjadi.  Akibat belum mampunya teknologi memprediksi dengan tepat kejadian gempa ini maka yang dipersiapkan oleh pemerintah Jepang adalah mendidik bagai mana prilaku orang jika gempa terjadi agar selamat.

Disamping itu dibuat peraturan terkait spesifikasi bangunan di wilayah rawan gempa, sehingga jika terjadi gempa tidak runtuh total dan banyak memakan korban.

Kembali kepada feneomena meneruskan berbagai berita terkait gempa dengan tentunya juga diembel embeli dengan  menempelkan instansi terakit seperti LIPI dan Badan Geologi dan Kegempaan Nasional  sebagai sumber berita yang seolah olah dapat memastikan kapan terjadinya  gempa dan tsunami tentunya justru akan meresahkan masyarakat.

Indonesia yang dikenal sebagai wilayah "Ring of Fire" sudah pasti rawan gempa dan hampir setiap saat terjadi gempa dengan skala kecil, namun gempa dengan skala besar tetap saja tidak dapat dipastikan kapan terjadinya.

Berhentilan menjadi pakar dadakan gempa dan tsunami jika kita bukan seorang ahli yang mendalam ilmu ini.  Percayalah dengan meneruskan berbagai berita ini secara bertubi tubi tanpa membacanya dengan baik dan menggunakan logika dan memberi komentar yang kurang pas, justru membuat seseorang  terlihat sangat bodoh.

Kembali terkait berita yang diteruskan oleh seorang guru besar terkait kolam renang yang airnya bergerak di Surabaya, salah seorang guru besar yang keponakan adalah wartawan melakukan cek kebenaran berita tersebut. 

Hasil investigasi ternyata air kolam tersebut sengaja dibuat berombak untuk latihan taruna angkatan darat di Surabaya. Andai saja yang meneruskan berika memakai logika bahwa air yang bergerak itu memerlukan energi dan jika energi itu merupakan penjalaran gempa, sudah dipastikan orang yang ada di sekitar kolam merasakan gerakan tersebut.

Berhentilah menjadi tukang pos berita berita yang tidak jelas kebenarannya, karena dengan melakukan hal tersebut seseorang bukan terlihat pintar justru sebaliknya  kelihatan sekali kebodohannya dan betambah dosanya karena telah  membuat masyarakat resah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun