Dalam minggu ini tercatat sudah dua walikota yang ditembak mati oleh orang yang tidak di kenal di depan umum
Peristiwa pertama melibatkan pembunuhan seorang walikota bernama Antonio Halili yang ketika ditembak oleh sniper sedang menyanyikan lagu kebangsaan Filipina dalam sebuat upacara bendera di kota Tanauan di wilayah ibukota Manila Selatan.
Peristiwa penembakan ini terekam oleh seorang saksi ini menggambarkan bagaimana walikota yang berumur 72 tahun tersebut langsung meninggal dunia setelah menerima satu tembakan jitu, padahal saat itu ada ratusan peserta upacara
Sehari kemudian korban kedua yang juga walikota yang bernama  Ferdinand Bote juga tersungkur dibunuh dengan cara yang hampir sama yaitu oleh penembak jitu.
Walikota  Ferdinand Bote yang berasal dari Tinio ketika itu meninggalkan Gedung pemerintahan untuk berolah raga di wilayah utara propinsi Nueva Ecija. Seorang pengendara motor menembak dan menghabisi nyawa walikota ini untuk kemudian melarikan diri.
Dua peristiwa ini tentunya menguatkan pendapat berbagai pihak bahwa sudah tercipta budaya pembuhuhan di Filipina.
Dalam kampanye melawan pengguna dan pengedar narkoba, sampai saat ini diperkirakan telah memakan korban 20.000 jiwa.
Masalah narkoba di Filipina memang sudah akut, sehingga Presiden Dutarte dalam kampanye dan programnya adalah membasmi apa yang dikatakannya sebagai sampah masyarakat ini.
Langkah Dutarte memang  mengundang pro dan kontra.  Di satu sisi narkoba memang sudah mengakar dan menggurita di hamper semua lapisan masyarakat, sehingga penanggulangan narkoba disambut baik oleh banyak  kalangan.
Namun cara penegak hokum yang menurut para penggiat HAM diperintah langsung oleh Dutarte ini dianggap tanpa kompromi dan memakan korban yang sangat banyak baik dikalangan pengguna maupun pengedar.
Rangkaian kejadian ini menjadikan semua pihak di Filipina menjadi was was, karena setiap saat dapat saja menjadi korban walaupun tidak terlibat narkoba.