Hari sabtu lalu untuk kedua kalinya dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun, East Timor melakukan 2 kali pemilihan umum akibat koalisi pemerintahan minoritas hasil pemilu bulan July 2017 lalu bubar. Hasil pemilu ini diperkirakan akan diketahui hari ini.
Dilaksanakannya kembali  pemilu  di East Timor tidak lepas dari dua  permasalahan utama, yaitu permasalah ekonomi dan permasalahan politik.
Saat ini penduduk East Timor yang berusia di bawah 25 tahun mencapai 60%. Â Potensi ini seharusnya menjadi kekuatan tersendiri bagi negara yang dulunya pernah menjadi salah satu propinsi Indonesia sampai dengan tahun 1999 lalu.
Namun pada kenyataanya  setelah melepaskan dirinya dari Indonesia negara ini tidak pernah lepas dari gejolak dan turbulensi politik.  Permasalahan utama yang membelenggu negara ini selain masalah politik adalah masalah ekonomi atau tepatnya kemiskinan.Â
Cadangan minyak dan gas yang dulunya menjadi impian indah negeri ini ternyata tidak seperti yang diharapkan.  Sengketa wilayah perbatasan dengan Australia menyangkut Timor Gab yang dulunya diperkirakan sangat kaya akan sumberdaya alam ini masih menjadi duri dalam daging antara East Timor dengan Australia yang dulunya sangat getol mendukung kemerdekaan East Timor. Masalah sengketa ini bahkan sampai dibawa ke tingkat Mahkamah Internasional
Hasil pembagian minyak dan gas dari celah Timor ini ternyata tidak mampu menutupi belanja negara dan pendapatan ini semakin menurun dengan berjalannya waktu, sementara negeri ini hanya memiliki beberapa  sektor ekonomi produktif saja.
Kemiskinan ternyata bukan merupakan satu satunya masalah di East Timor ini. Masalah pergulatan kekuasaan antar fraksi yang dulunya bersatu saat ingin merdeka ternyata menjadi permasalahan tersendiri.
Dalam pemilu kali ini pun  kelompok yang dulunya bersatu untuk memperjuangkan kemerdekaan East Timor kini saling bertarung berebut kekuasaan. Tiga partai koalisi yang dipimpin oleh Xanana Gusmao, yaitu  National Congress for Timorese Reconstruction party akan berhadapan langsung dengan Fretilin party yang dipimpin oleh Mantan Perdana Menteri Mari Alkatiri.
Dalam kampanye nya kedua kubu ini rame rame menyuarakan perbaikan ekonomi East Timor yang menjadi permasalahan utama negara ini. Namun tampaknya  hasil pemilu kali inipun tidak akan berpengaruh besar terhadap perbaikkan perekonomian East Timor karena negeri ini memang tidak memiliki sumbar daya  alam  dan landasan  ekonomi produktif yang memadai untuk menjalankan roda perekonomiannya.
Pada pemilu bulan July lalu Fretitin menang tipis , namun koalisi di parlemen ternyata hanya berhasil membentuk pemerintahan minoritas yaitu memiliki 30 kursi dari total 65 kursi di parlemen dan akhirnya bubar.
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir upaya pemerintah East Timor memperbaiki perekonomian negara ini gagal. Â Hal ini dicerminkan dengan tingginya angka kemiskinan di wilayah pedesaan yang mencapai 70%.
PBB memperkirakan ada 50% dari total populasi East Timor merupakan penduduk miskin dengan pendapatan per hari hanya US$1.90. Â Disamping itu 50% dari balita di seluruh negeri ini mengalami malnutrisi mulai dari tiingkat sedang sampai dengan tingkat stunting.
Semakin memburuknya kondisi perekonomian di East Timor ditambah dengan gejolak politik yang tidak pernah reda menjadi perhatian tersendiri bagi PPB, karena bukan tidak mungkin  jika kecenderungan ini terus berlanjut East Timor akan masuk dalam kategori negeri gagal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H