Beberapa hari terakhir ini  media massa dan media elektronik dihiasi dengan penyataan yang Menteri Pertanian yang menyatakan bahwa Indonesia sanggup memenuhi kebutuhan proteinnya alias swasembada.  Bahkan disinggung juga bahwa Indonesia sudah dapat mengekspor protein.
Menteri pertanian pada hari Jumat tanggal 20 April lalu ketika melepas ekspor pangan olahan ayam dan pakan ternak di salah satu  perusahaan swasta ayam ras  terbesar di Indonesia mengatakan :
 "Hari ini kita mengatakan, Indonesia telah swasembada protein dan bahkan ekspor,".
Sebagai komponen bangsa tentu saja kita harus selalu mengibarkan semangat swasembada dan berupaya kuat untuk mencapainya, karena memang hal ini menyangkut harga diri bangsa. Bangsa ini harus berdaulat termasuk di dalamnya berdaulat pangan.
Namun  terkait industri ayam ras pedaging dan petelur sebaiknya kita lebih berhati-hati memaknai ekspor ini.
Perangkap Teknologi
Ketika mediang  Bob Sadino memperkenalkan telur ayam ras di era 1970-an banyak sekali tantangan yang dihadapinya.
Salah dua tantangan terbesar Om Bob ketika itu adalah para konsumen yang belum terbiasa dengan telur ayam ras besar dan banyak berkembangnya isu negatif, termasuk di dalamnya anggapan bahwa mengonsumsi telur ayam ras berbahaya.
Namun, saat ini kita dapat menyaksikan betapa pesatnya perkembangan industri ayam ras pedaging dan ayam ras petelur yang menguasai sebagian besar pasokan telur dan daging ayam nasional.
Teknologi peternakan ayam ras modern bukanlah karya anak bangsa ini, melainkan teknologi impor yang harus benar-benar kita pahami positif dan negatifnya.
Positifnya, industri daging dan telur ayam ras yang berkembang pesat memang berperan besar dalam pemenuhan kebutuhan  protein hewani yang  murah jika dibandingkan dengan protein hewani asal daging sapi.