Dalam kurun waktu 2007-2016 saja sudah ada 800 orang yang meninggal diserang gajah di wilayah Assam ini. Pada tahun 2014-2015 korban jiwa terbanyak yang meninggal akibat konflik manusia dan gajah ini  terjadi di wilayah Bengal Barat yaitu mencapai 54 jiwa.
Gajah yang kehilangan ruang gerak dan kekurangan makanan dan minuman ini pada akhirnya memasuki wilayah pemukiman karena gajah tidak memakan daun teh yang tumbuh di perkebunan.
Konflik gajah dan manusia yang memakan korban baik di pihak manusia maupun di pihak gajah ini timbul sebagai dampak dari meningkatnya populasi manusia dan semakin menciutnya wilayah hutan di wilayah Assam.
Konflik ini menjadi semakin serius ketika perkebunan teh  di wilyah ini memperluas area perkebunannya.
Memang impian agar gajah dan manusia dapat hidup berdampingan itu  sangat indah.  Namun pada kenyataannya kepentingan manusia akhirnya mengalahkan kepentingan gajah dan fauna lainnya di wilayah ini.
India kini tidak saja menghadapi masalah konflik gajah dan manusia saja namun juga gajah dengan harimau yang penyebabnya sama yaitu semakin menciutnya habitat satwa liar yang hidup di wilayah ini.
Pembangunan yang tidak terkendali dan tidak terencana dengan baik biasanya akan menimbulkan masalah yang sebelumnya tidak pernah diperhitungkan. Tekanan yang diterima lingkungan akibak aktivitas manusia akan selalu menimbulkan degradasi alam yang di dalamnya meliputi flora dan fauna.
Dalam hal inilah perencanaan tata ruang dan pemanfaatan wilayah yang berkesuaian akan menjadi kunci untuk mencegah konlik serupa seperti di wilayah Assam ini.
Semoga Indonesia dapat belajar dari konflik gajah dan manusia ini untuk mengantisipasi hal yang sama terjadi di wilayah Sumatera akibat perluasan perkebunan sawit dll yang dalam kurun 20 tahun ini sudah mulai timbul secara sporadis.