Di lain pihak di dalam negeri dan regional, Turki dianggap sebagai sahabat yang meninggalkan sejarah dan akan rumputnya  karena upayanya untuk masuk ke dalam Uni Eropa.  Di tengah pergulatan inilah tampaknya pimpinan Turki mencari jalan untuk kembali kejati dirinya kembali bahwa Turki secara historis erat dengan negara Islam sekaligus memperkuat posisi politik di dalam negerinya.
Tidak dapat dipungkiri memang mencuatnya Israel dan berlanjutnya konflik Arab-Israel  tidak lepas dari tidak solidnya negara negara Arab.  Jika dipetakan maka akan terdapat tiga kelompok yaitu negara yang secara tegas berpihak pada kemerdekaan Palestina, negara netral dan negara yang diam namun secara historis menjalin  persahabatan dengan Amerika dan sekutunya. Dalam kondisi seperti inilah yang membuat konflik arab-Israel terus berlanjut  karena sulitnya mencapai kesepakatan akibat negara negara ini memiliki kepentingan masing masing.
Pertemuan Majelis Umum  yang akan dilakukan hari Kamis ini disamping sebagai ajang uji nyali dunia melawan keputusan Amerika, juga sekaligus menguji solidaritas negara negara Islam dan negara lainnya.
Ancaman Trump terkait pemotongan bantuan jika benar benar dilakukan akan berdampak besar bagi negara pendukung resolusi ini karena sebagian besar negara pendukung ini adalah negara yang tergolong  kecil dan miskin atau secara historis perekonominya sangat tergantung pada Amerika dan sekutunya.
Akankah dunia yang selama ini tidak berdaya  terhadap Amerika dan juga Israel dan negara pendukung Israel memasuki era baru perpolikan dunia? Sejarah sudah mencatat apapun resolusi yang dikeluarkan oleh PPB hanya tinggal catatan di atas kertas saja, namun tidak berdampak apapun di lapangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H