Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Militansi Catalan, Sebuah Catatan Sejarah

28 Oktober 2017   11:55 Diperbarui: 28 Oktober 2017   22:11 3289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: David Ramos/Getty Images

Mungkin banyak di antara kita yang setelah menyaksikan krisis politik yang sedang melanda Spanyol dalam 1 bulan terakhir ini bertanya tanya mengapa Catalan yang merupakan sebutan orang Catalonia menjadi militan jika menyangkut keinginannya untuk memisahkan diri dari Spanyol?

Jika kita runut catatan sejarah maka kita akan mulai mengerti bahwa perjuangan untuk memerdekakan diri dari Spanyol bukan menyangkut masalah keinginan mandiri semata mata, namun menyangkut perjuangan harga diri dan entitas yang sangat panjang.

Penduduk Catalan jika dibandingkan dengan penduduk Spanyol secara keseluruhan menang tidak terlalu besar, yaitu mencapai 7,5 Juta orang atau sekitar 16.1%.

Dari jumlah penduduk sebesar ini sebanyak 85% diantaranya berbicara dengan menggunakan bahasa Catalan. Namun jika dihitung secara keseluruhan di dunia, maka diperkirakan bahasa Catalan digunakan oleh sekitar 10 juta orang.

Dengan status otonomi nya pertumbuhan PDB Catalonia menyamai Spanyol, yaitu sekitar 2,6%. Sebagai gambaran PDB Catalonia pada tahun 2014 mencapai 209 milyar Euro atau sekiata 1/5 PDB Spanyol secara keseluruhan.

Perjuangan panjang

Sejarah terkait perjuangan memerdekakan diri pada Catalan ini memang sudah muncul ratusan tahun yang lalu, yaitu sekitar tahun 1359.  Saat itu parlemen sudah ada di Catalonia dan dianggap sebagai salah satu perlemen tertua di Eropa sebagai wadah perjuangan Catalan.

Dalam catatan sejarah cikal bakal Catalonia dimulai pada abad ke 9 ketika Wilfred the Hairy pimpinan wilayah Barcelona menyatukan 4 wilayah. Sekitar seratus tahun kemudian wilayah ini secara de facto menjadi wilayah dengan pemerintahan sendiri.

Wilfred the Hairy. raja pendiri cikal bakal Catalonia. Photo: Alamy
Wilfred the Hairy. raja pendiri cikal bakal Catalonia. Photo: Alamy
Perluasan kekuasaan Catalonia terjadi pada tahun 1137 ketika terjadi penyatuan dengan kerajaan Aragon melalui tali perkawinan. Namun saat itu keberadaan Catalonia masih memiliki status otonomi sendiri.

Pengukuhan lebih lanjut kedua kerajaan ini kembali terjadi pada tahun 1469 ketika raja Ferdinand dari Catalonia menikah dengan ratu Isabella dari Aragon yang menandai penyatuan kedua negara ini.

Di era tersebut walaupun sudah terjadi penggabungan kedua kerajaan, namun ternyata Catalonia masih mempertahankan sistem pemerintahannya sendiri dengan memiliki institusi politik, hukum dan pengadilan yang mandiri.

Gejolak politik melanda wilayah ini pada tahun 1640-1659 ketika terjadi pemberontakan dan perlawanan terhadap kerajaan akibat sistem perpajakan yang diberlakukan. Gejolak ini ternya terus melebar sehinga melibatkan perang dengan Perancis.

Titik sejarah yang menandai meredupnya kejayaan kerajaan Catalonia terjadi pada tahun 1659 ketika Spanyol menandatangani yang dinamakan Treaty of the Pyrenees yaitu kesepakatan kerjasama dengan Perancis yang membuat Catalonia kehilangan sebagian besar wilayah utaranya.

Ketika terjadi pergulatan kekuasaan di kerajaan Spanyol pada tahun 1705, Catalonia membuat kesepakatan dengan kerajaan Inggris, Belanda dan Austria yang saat itu tidak setuju dengan kebijakan kerajaan Spanyol.

Peperangan yang memakan banyak korban ini ternyata membawa kerajaan Inggris menandatangi perjanjian Treaty of Utrecht yang menandai berakhirnya peperangan. Penandatangan ini membuat kerajaan Inggris memiliki hak untuk melakukan perdagangan di wilayah yang disepakati termasuk di wilayah Gibraltar.

Perubahan arus politik ini ternyata membuat Catonia ditinggalkan oleh para sekutunya. Perang yang berlanjut dengan Spanyol ini akhirnya membuat Catalonia menyerah.

Sebagai hukuman dari perjuangan Catalonia melawan kerajaan Spanyol ini, pada tahun 1714 Catalonia diharuskan menerima dekrit yang dinamakan Decree of Nueva Planta yang pada intinya memuat perintah untuk membubarkan pemerintahan mandiri Catalonia. Bersamaan dengan peristiwa ini bahasa Catalonia mulai dilarang digunakan.

Api perjuangan kaum Catalan ternyata masih terus membara ketika seorang prajurit sekaligus politisi yang bernama Francesc Macia memproklamirkan Republik Catalonia pada tahun 1931.

Pada tahun 1936 Spanyol mengalami gejolak politik ketika Jenderal Francisco Franco melakukan kudeta militer yang berakibat pada perang saudara selama 3 tahun.

Perjuangan panjang kemerdakaan Catalonia. Photo: www.newsx.com
Perjuangan panjang kemerdakaan Catalonia. Photo: www.newsx.com
Ketika Jenderal Franco memenangkan gejolak politik ini, pada ada tahun 1940 dia mengeksekusi mati presiden Catalonia yang bernama Lluis Companys. Setelah peristiwa tersebut untuk selama 35 tahun penggunaan identitas dan bahasa Catalonia diangap sebagai tindakan subversif.

Demonstrasi Catalan di Barcelona pada tahun 1936 selama perang saudara. Photo: BBC/Getty Image
Demonstrasi Catalan di Barcelona pada tahun 1936 selama perang saudara. Photo: BBC/Getty Image
Setelah Jenderal Fanco meninggal dunia, Catalonia memasuki masa transisi yang berujung pada diadakannya pemilihan secara demokratis pada tahun 1975 yang menandai kebangkitan kembali Catalonia.

Pada tahun 2005 Catalonia mendapatkan status otonomi yang disepakati oleh parlemen Catalonia dan pemerintahan Spanyol.

Gejolak politik kembali muncul pada tahun 2010 ketika pengadilan Spanyol menurunkan status otonomi Catalonia dengan menghapus kata "negara" dalam dokumen kenegaraan yang tentunya membuat marah Catalan.

Ketidakadilan pembagian pendapatan membuat Presiden Catalonia yang bernama Artur Mas pada tahun 2012 melakukan renegosiasi untuk mendapatkan keadilan, namun keinginan ini ditolak oleh Marid. Akibatnya saat itu terjadi demonstrasi besar besaran yang melibatkan sebanyak 1,5 juta Catalan.

Diskusi terkait referendum ternyata sudah dimulai pada tahun 2013 lalu ketika Presiden Mas memintanya pada Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy, namun keinginan ini tidak dipenguhi.

Penolakan ini membuat Presiden Catalonia Mas merencanakan referendum pada tangal 9 November 2014. Namun berdasarkan keberatan pemerintah pusat Spanyol, keinginan melakukan referandum ini diputuskan oleh pengadilan konstitusi Spanyol sebagai tindakan yang bertentangan dengan undang undang yang berlalu.

Tanpa mengindahkan peringatan dari pemerintah Spanyol pemerintah Catalonia saat ini tetap melakukan jejak pendapat ini dan menghasilkan 81% penduduk Catalonia setuju untuk memerdekakan diri dengan pemerintahan Spanyol.

Pada pemilihan regional bulan September tahun 2015, Presiden Catalan mendeklarasikan referendum secara de facto yang memicu tumbuhnya koalisi gerakan kemerdekaan.

Ujian terhadap demokrasi

Jika kita amati lebih lanjut ternyata bibit ketegangan antara pemerintah pusat Spanol dengan pemerintah otonom Catalonia sudah berjalan ratusan tahun yang lalu dan tentunya memiliki argumentasi sejarah masing masing yang valid.

Kini Spanyol berada dalam krisis politik terbesar yang belum pernah dialami oleh negara negara Eropa lainnya. Keinginan keras Catalonia untuk memerdekakan diri diwujudkan dengan dilakukannya referendum beberap minggu lalu yang berakibat pada diberhentikannya pimpinan Catalonia dan dibubarkannya perlemen Catalonia.

Langkah yang diambil oleh pemerintah Spanyol memang semuanya sudah berdasarkan hukum yang berlaku termasuk mencabut otonomi Catalonia dan akan menerapkan pemerintahan langsung dari pusat.

Namun ternyata rentetan sejarah panjang yang mewarnai perjuangan Catalonia ini tentunya tidak serta merta menghentikan perjuangannya memerdekakan diri dengan dicabutnya kekuasaan ini. Dukungan rakyat Catalonia dan juga sebagian dari orang Spanyol non Catalonia yang cukup besar tentunya akan membuat  situasi politik menjadi semakin rumit.

Banyak kalangan yang beranggapan bahwa peristiwa ini merupakan ujian terbesar bagi negara yang selama ini selalu menjunjung tinggi demokrasi.  Bahkan sikap negara Eropa lainnya pun sedang diuji. Pernyataan negara Eropa seperti Perancis yang tidak akan mengakui kemerdekaan Catalonia menimbulkan pertanyaan besar akan nilai demokrasi yang sedang diterapkan di Eropa.

---

Referensi: Satu, dua,tiga, empat,lima, enam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun