Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Imam Nahrawi sempat melontarkan candaan bernuansa politik kepada Najwa Shihab. Candaan Imam itu seolah menjadi godaan kepada Najwa untuk bergabung ke kabinet. Beberapa waktu terakhir Najwa juga santer diisukan akan bergabung kabinet Jokowi-JK dengan menjadi Menteri Sosial.
"Semoga Mbak Nana (sapaan Najwa) segera bersama saya," kata Imam di hadapan Najwa dan mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten, Kota Serang, (Selasa (15/8/2017; sumber).
Bagi orang awam candaan ini masuk akal sekali dan bahkan mungkin banyak orang yang sepakat dengan "ajakan dan dorongan simpatik ini". Namun bercermin dari perjalanan kaum professional dan akademisi yang masuk dalam "belantara" birokrasi hal ini dapat  saja menjadi bumerang yang dapat menodai  profesionalisme Najwa yang selama ini dikenal dikenal sangat baik.
Najwa mungkin dapat juga mengais sedikit pengalamannya ketika menyelesaikan studinya di Australia negara yang mengedepankan profesionalisme bukan atas dasar popularitas untuk meraih prestasi tertentu.
Saya masih  ingat ketika senior saya "menasehati" agar sebaiknya kaum akademisi sebaiknya berprestasi sesuai dengan kapasitas akademisnya, karena dia menganggap bahwa jika akademisi masuk ke dalam birokrasi pemerintahan menurutnya banyak yang  "terkontamisasi".
Nasehat ini mungkin berlaku juga bagi kaum professional yang selama ini memiliki reputasi yang menyakinkan. Â Data empiris memang menunjukkan sudah tidak terhitung para akademisi dan professional yang akhirnya setelah masuk dalam hutan belantara birokrasi kurang dapat berbuat sesuai dengan harapan orang banyak, bahkan diantaranya ada yang berujung di penjara.
Dunia akademisi dan dunia profesi memang jauh berbeda dengan dunia birokrasi pemerintahan dalam menelurkan ide dan mengeksekusi ide. Â Dunia akdemisi dan profesi memiliki jalur yang lebih pendek mulai dari ide sampai dengan realisasi ide, sedangkan dunia birokrasi pemerintahaan memiliki jalur yang lebih panjang dan seringkali "faktor X" lebih berperan dalam pengambilan suatu keputusan.
Bahkan tidak jarang kunci perencanaan dan penganggaran suatu program justru dipegang oleh level eselon 2 dan  3 bukan oleh pucuk pimpinan. Belum lagi belenggu rangkaian aturan yang menghambat perencanaan dan eksekusi program yang kualitasnya sangat baik. Sehingga akhirnya pelaksanaan program yang dianggap sangat baik berujung kurang optimal.
Dengan bekal profesionalisme yang telah dibangun selama ini saya sangat yakin Najwa memiliki kemampuan berradaptasi, namun tentunya kemampuan beradaptasi ini memiliki ruang gerak yang terbatas di dunia birokarasi.
Artinya popularitas saja tidak cukup menjadi bekal memasuki belantara birokrasi ini.  Banyak para akademisi bahkan yang masuk kategori "dosen berprestasi", peneliti berprestasi serta para profesional ternyata mendapatkan  kesulitan menyesuaikan diri di belantara ini.
Faktor yang tersulit bagi kaum akademis maupun profesional dalam menjalankan kiprahnya di dunia birokrasi ini adalah "faktor X" yang kadang lebih berperan dalam pengambilan suatu keputusan yang seringkali tidak ada dalam kamus akdemisi dan professional.