Bahkan seringkali walaupun sudah dibatasi keluarga masih saja ada yang memaksa untuk masuk dan menengok dengan alasan dia adalah teman dekatnya.
Biasanya kalau ada 100 orang yang menengok pertanyaan yang diajukan orang yang membesuk akan itu itu saja dan berulang, seperti : sakit apa?, sejak kapan?, apa kata dokter? Diberi obat apa? Bagaimana rasanya ? dll dst. Dapat dibayangkan pasien yang harus istirahat total harus menjawab pertanyaan ini secara berulang. Belum lagi pengunjung yang datang tidak putus putusnya membuat pasien tidak dapat istirahat.
Bagi keluarga yang menjaga pasien pengunjung yang datang ini terkadang juga mengganggu karena harus melayani berbagai berbagai pertanyaan, padahal kemungkinan besar di malam hari dia begadang menjaga pasien.
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah apabila memang pihak keluarga memutuskan membatasi orang untuk menengok dengan alasan seperti yang telah dikemukakan di atas, ditinjau dari segi etika apakah pantas seseorang mempublikasikan kondisi orang yang sakit tersebut di media apalagi bila tanpa seijin pihak keluarga? Disamping itu orang pasti sudah memahami betul bahwa di era digital seperti saat ini, walaupun mempublikasikannya di laman dia sendiri sudah dipastikan akan cepat tersebar.
Marilah kita belajar dan menjunjung etika ketika menengok orang sakit dengan menghargai privacy dan juga keputusan keluarga. Membesuk orang sakit bukanlah seperti mengunjungi objek wisata, apalagi disertai dengan permintaan selfie dengan pasien dan mempublikasikannya secara luas tanpa seijin orang yang sakit dan pihak keluarga.Â
Cobalah sejenak berandai andai bahwa orang yang sakit itu keluarga yang sangat kita cintai untuk belajar menumbuhkan empati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI