Bagi anda yang pernah merasakan bersihnya udara kota Bogor di era awal tahun 1980 an tentunya akan dapat membayangkan betapa  pekatnya embun pagi dan dinginnya udara Bogor di pagi hari.
Waktu itu posisi kampus IPB di Baranangsiang merupakan bangunan yang berada di pinggiran kota Bogor dengan tugu Kujang yang saat itu belum ada kujangnya, Â di sekitar tugu masih banyak delman parkir menunggu penumpang.
Masih melekat  diingatan perpaduan bau kotoran kuda dan asap bemo yang pada saat itu merupakan transportasi paling umum di kota Bogor selain becak tentunya.
Jika kita telusuri lagi di wilayah pemukiman zaman dulu  yang dibangun di jaman belanda di sekitar jalan Cikurai, Ciremai dan sekitarnya kita akan dapat menyaksikan betapa asrinya rumah rumah tersebut yang menyatu dengan alam.
Bogor memang merupakan salah satu kota peristirahatan di zaman Belanda. Â Kota Bogor yang memiliki tipe wilayah yang tidak datar dengan jalan sempit memang saat itu tidak diperuntukkan sebagai kota penyangga.
Banyaknya lembaga  penelitian termasuk Kampus IPB memang tampaknya sengaja diatur oleh pemerintah Belanda dan pemerintah Republik ini agar Bogor tampak selalu asri sebagai kota peristirahatan dan kota pengembangan ilmu pengetahuan.
Kebun raya Bogor merupakan salah satu wilayah konservasi lingkungan, jantung oksigen kota Bogor sekaligus sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan juga merupakan salah contoh bagaimana pemerintahan saat itu sangat perduli dengan tata ruang dan tata wilayah kota dan kabupaten Bogor.
Kota Bogor yang memiliki topografi bergelombang ini dihiasi dengan pemandangan tiga gunung yang luar biasa indahnya di sepanjang hari. Â Gunung Salak, gunung Gede dan gunung Pangrango ketika itu memang menjadi ikon kota Bogor yang terkenal dengan kesegaran udara dan keindahannya.
Titik balik pembangunan kota Bogor yang mulai tidak terkendali tampaknya terjadi di awal  era tahun 1980 an ketika tol jagorawi dibangun dan diselesaikan.  Sejak itu kota Bogor yang biasanya dicapai dengan bus lewat jalan biasa dari terminal Cililitan Jakarta sangat mudah diakses dalam jarak tempuh yang sangat singkat. Di awal rampungnya pembangunan  tol Jagorawi dari Jakarta ke Bogor dapat ditempuh hanya dengan waktu sekitar 30 menit saja.Â
Titik balik kedua adalah ketika mulai diperkenalkan beberapa angkot berwarna hijau di tahun 1986-an.
Dua titik balik ini tampaknya telah mengubah wajah kota Bogor untuk selama-lamanya. Â Beban pencemaran lingkungan dan udara kota Bogor tidak saja berasal dari kota Bogor saja melainkan juga dari wilayah puncak yang semakin padat dan tentunya Jakarta.
Keindahan dan nyamannya udara kota Bogor di era tahun 1980-an kini telah sirna.  Setiap harinya kita  sangat jarang sekali melihat tiga gunung yang merupakan ikon kota Bogor karena selimuti oleh udara pencemaran yang berwarna abu abu yang menutupi sepenuhnya ketiga gunung tersebut.
Dampak aktivitas manusia dalam pencemaran udara kota Bogor ini memang sangat luar biasa.  Ketika penduduk Jakarta dan Bogor sebagian besar mudik di hari lebaran, kita akan dapat menyaksikan kembali  betapa hanya dalam beberapa hari terutama di saat hari lebaran udara kota bogor menjadi bersih seperti yang seharusnya.
Tampaknya tata tuang kota Bogor, banyak yang hanya tinggal rencana yang ada di atas kertas saja. Â Alih fungsi lahan terjadi sedemikian masifnya akibat tekanan ekonomi dan kepentingan lainnya terus terjadi.
Kita akan dapat melihat pelanggaran tata ruang dan wilayah ini di perumahan perumahan yang di jalan utamanya dimana rumah telah berubah menjadi hutan gerai gerai dan mini market yang menjamur.
Tidak usah jauh jauh jika ingin melihat contohnya yang ada di sekitar Kampus IPB Darmaga. Â Kampus yang di ea tahun 1960 - 1970 an merupakan daerah yang tekenal sebagai tempat membuang anak jin karena sepinya tersebut, kini menjadi salah satu titik kemacetan.
Di sepanjang perjalanan menuju Kampus IPB kita dapat menyaksikan betapa area yang seharusnya di tata ruang dan wilayah adalah daerah resapan dan juga daerah persawahan  dengan sangat cepat dan agresif telah berubah menjadi perumahan dan daerah niaga.
Jalan Pajajaran yang dulunya merupakan daerah perumahan jaman dulu yang sangat asri kini telah berubah menjadi lautan factory outlet yang menjadi salah satu tujuan wisata warga Jakarta.
Sudah tidak terhitung lagi pengembangan wilayah kota Bogor yang kini menjadi perumahan yang sebagian besar dihuni oleh warga  yang berkerja di Jakarta dalam kesehariannya.
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah apakah memang pemerintah Kota Bogor dan Pemeritah Kabupaten Bogor sama sekali tidak berdaya menghadapi lajunya penurunan kualitas lingkungan dan udara kota Bogor ini.
Bersih dan nyamannya udara kota Bogor di saat saat Lebaran menunjukkan bahwa aktivitas warga Bogor, warga puncak dan warga Jakarta memang berkontribusi besar dalam penurunan kualitas udara kota Bogor.
Pencemaran udara tidak dapat lagi dianggap sebagai sesuatu yang lumrah terjadi, karena akan berdampak pada kualitas SDM di masa mendatang. Â Penurunan kualitas kesehatan dan penurunan IQ Â akibat pencemaran lingkungan sudah dibuktikan secara ilmiah.
Keberhasilan pemerintah dalam menjaga kualitas lingkungan dan udaranya sangat krusial dalam pembangungan kualiats manusia mendatang. Tidak ada salahnya kita dapat belajar dari keberhasilan penataan kota Canberra sebagai ibukota Australia yang merupakan salah satu kota yang memiliki kualitas lingkungan dan udara terbaik di dunia
Mudah-mudahan kita tidak menunggu sampai kota Bogor yang sangat ikonik ini berubah menjadi seperti kota Beijing dan Bangkok tingkat pencemarannya dalam menangani pencemaran lingkungan dan udara  kota Bogor ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H