Akhir akhir ini di berbagai negara termasuk Indonesia dideteksi adanya gerakan anti vaksinasi yang semakin tumbuh subur.Â
Latar belakang dan alasan kelompok masyarakat yang anti terhadap vaksinasi ini jika dicari benang merahnya antara lain adalah : (1) adanya pendapat bahwa vaksinasi bertentangan yang budaya dan  kepercayaan yang dianut  masyarakat, (2) adanya rumor bahwa vaksin dapat menimbulkan efek samping yang lebih besar jika dibandingkan dengan manfaatnya,  (3) adanya rumor yang menyebutkan bahwa bahwa bahan vaksin yang digunakan tersebut  diragukan  kehalalannya.
Peran vaksinasi dalam mengeliminasi penyakit berbahaya dunia seperti  cacar, polio, campak, meningitis, batuk rejan, tuberculosis, flu dll tidak dapat dapat dibantah lagi.  Kemungkinan besar jika vaksin vaksin utama dunia tidak ditemukan dan digunakan seperti  saat ini maka kesehatan masyarakat dunia sudah dapat dipastikan tidak seperti yang kita alami saat ini.
Saya ingat sekali ketika salah seorang dokter spesialis ternama yang karena kelengahannya tidak memberikan vaksinasi pada anak kandungnya.  Anak dokter tersebut terkena serangan polio yang mewabah di era tahun 70 an di Indonesia yang membuatnya cacat karena kakinya mengecil. Dokter ini terus mengenang cacat yang dialami anaknya sebagai  kesalahan terbesar dalam hidupnya karena tidak melakukan vaksinasi pada anak kandungnya sendiri.
Gerakan anti vaksinasi ini  adalah gerakan dimana orang tua dari kalangan tertentu tidak mau melakukan vaksinasi anaknya dengan berbagai alasan tertentu.  Di Australia misalnya pemerintah sangat khawatir akan gerakan ini dan mengambil langkah tegas berupa pemberian jaminan kesehatan yang lebih kecil jika sakit. Artinya jika keluarga ini mengalami sakit maka keluarga ini akan membayar biaya kesehatan yang  lebih mahal.
Tampaknya gerakan anti vaksinasi yang sedang melanda dunia ini kurang  terkait dengan latar belakang pendidikan keluarga karena pada kenyataannya banyak diantara keluarga yang menentang vaksinasi ini memiliki tingkat  pendidikan tinggi.
Gerakan anti vaksinasi ini dapat berakibat fatal dan jika terus membesar dikhawatirkan akan menghidupkan kembali penyakit penyakit yang selama ini menurut badan kesehatan dunia WHO sudah dapat dikendalikan dan bahkan dieliminasi.
Tindakan orang tua yang tidak memperbolehkan anaknya divaksin tidak saja membahayakan anak anaknya saja namun akan berdampak besar pada orang lain. Â Jika misalnya akibat tidak divaksinasi seorang anak terkena penyakit yang selama ini dapat ditekan dengan melakukan vaksinasi, maka penyakit tersebut dapat menyebar kembali pada anak anak lain ataupun orang dewasa.
Hal lain yang paling dikhawatirkan oleh badan kesehatan dunia WHO adalah akan berkembangnya varian penyakit baru jika hal ini terjadi.
Mengingat bahwa gerakan anti vaksinasi ini menyebar di berbagai negara termasuk kemungkinan besar di Indonesia, maka pemerintah Indonesia harus melakukan tindakan tegas bagi keluarga yang menolak melakukan vaksinasi yang wajib.
Dapat kita bayangkan betapa mengerikannya pandangan anak anak berjalan pincang akibat salah satu kakinya mengecil terserang virus  polio seperti yang banyak terlihat di era tahun 70 an muncul kembali.  Demikian juga kekhawatiran akan radang otak yang mewabah di masyarakat. Belum lagi kekhawatiran wabah TBC yang pernah melanda Indonesia di era tahun 80 an.  Tentunya kita juga tidak menginginkan melihat wajah wajah bopeng akibat serangan cacar api yang pernah melanda Indonesia.
Diharapkan disamping tindakan tegas yang harus dilakukan pemerintah, pemberian pengetahuan dan informasi akan pentingnya vaksinasi kepada kelompok yang menentang melakukan vasinasi pada anak anaknya juga harus dilakukan.
Semoga gerakan anti vaksinasi yang dapat berakibat vatal bagi kesehatan masyarakat ini tidak berkembang di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H