Sampai saat ini masih didalami asal usul ke delapan nelayan yang baru ditangkap ini, sekaligus menjalani pemeriksaan kesehatan.
Dilema
Jika diamati lebih lanjut posisi penangkapan ke delapan nelayan ini masuk dalam wilayah yang dinamakan MoU Box yang masih memperbolehkan nelayan tradisional Indonesia untuk menangkap siput laut. Kapal nelayan Indonesia yang diperbolehkan mencari siput di wilayah ini hanya perahu layar tradisional. Namun ke delapan nelayan yang tertangkap ini menggunakan kapal tipe 3 dengan menggunakan motor tempel tanpa menggunakan layar.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah memang benar bahwa nelayan tersebut tidak mengerti aturan dan batas laut negara Australia? Jika dilihat dari profil “nelayan” yang tertangkap sebelumnya dan sudah diproses secara hukum, ada nelayan yang sudah pernah ditangkap dan melakukan pelanggaran yang sama.
Tertangkapnya kembali nelayan ini tentu saja paling tidak mengidikasikan bahwa mereka sebenarnya tau aturan dan batas laut, karena saat diproses hukum sudah dibuktikan dan ditunjukkan pelanggaran yang dilakukannya.
Nelayan yang tertangkap kembali ini tentu saja harus menjadi prioritas dan perhatian bagi pemerintah Indonesia untuk memberikan penyuluhan akan batas laut Australia dan konsekuensi yang akan didapatkannya jika memasuki wilayah Australia tanpa dokumen yang sah.
Nelayan yang ditangkap kembali ini dalam kenyataannya di lapangan memiliki kecenderungan mengajak nelayan lain yang belum pernah melakukan pelanggaran wilayah hukum Australia.
Australia memiliki sistem deteksi dan radar yang canggih yang dapat memonitor masuknya kapal nelayan ke wilayah Australia secara dini, akurat dan cepat. Jadi ditangkapnya ke delapan nelayan ini pastilah bukan secara kebetulan, namun sudah diikuti dengan radar sejak sebelum masuk wilayah perairan Australia.
Sangsi tegas yang diterapkan oleh pemerintah Australia termasuk di dalamnya membakar kapal dan hasil tangkapan, dan memproses secara hukum mestinya akan membuat nelayan ini mengerti dan kapok untuk memasuki wilayah perairan Australia kembali.
Mungkin jika dinilai dari hasil tangkapan nya para nelayan yang melakukan illegal fishing ini mendapatkan penghasilan lebih dari pendapatan kesehariannya jika melaut di wilayah Indonesia, namun konsekuensi hukum yang akan diterimanya jika memasuki perairan Australia secara ilegal tentu saja tidak sebanding dengan hasil tangkapannya.
Penyuluhan hukum kepada para nelayan terutama di wilayah wilayah yang selama ini banyak yang melakukan pelanggaran wilayah perbatasan harus lebih diintensifkan lagi dan juga mentargetkan pihak yang menjadi aktor intelektual yang mendorong nelayan untuk mencari ikan di ilayah illegal.