Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengenal Misophonia, Kebencian terhadap Suara

15 Maret 2017   11:20 Diperbarui: 15 Maret 2017   11:40 1587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Misophonia kelainan yang menyangkut kebencian terhadap suara. Sumber: pixel.nymag.com

Kita semua pada umumnya tidak menyukai suara ketika mendengar suara goresan kuku di papan tulis atau suara kursi yang digeser.  Perasaan ini mungkin masih masuk dalam kategori normal.

Namun bagi orang tertentu suara dapat menimbulkan kepanikan, kegelisahan bahkan kemarahan.  Fenomena sangat sensitif  terhadap suara ini dikenal dengan misophonia yang jika dalam kondisi yang parah akan mempengaruhi  kehidupannya.

Mosophonia ini biasanya dipicu oleh suara tertentu seperti suara yang dikeluarkan dari mulut seperti misalnya suara ketika sedang makan, bernafas, mengunyah dan bersiul. Pemicu lainnya adalah suara bayi, suara mobil, suara binatang, suara alat berat, suara TV, radio dll.

Dalam kondisi yang sedang,  penderita misophonia  biasanya merasa gelisah, tidak nyaman, dan benci jika mendengar suara suara tersebut.  Namun dalam kondisi yang berat penderita akan mengalami kemarahan, kepanikan, ketakutan, mengalami stress, dan bahkan ada yang berpikir untuk  bunuh diri.

Kondisi terparah dari orang yang mengalami kelainan ini adalah merasakan akan diserang oleh orang yang mengeluarkan suara tersebut secara fisik, menangis dan lari dari situasi tersebut.

Kelainan ini tentunya akan merubah gaya hidup seseorang dan kehidupannya sosialnya seperti menghindari makan di restoran, makan terpisah dari keluarga ataupun menghindari orang lain.

Apa itu misophonia?

Misophonia yang dikenal sebagai kelainan berupa rasa benci terhadap suara  menyangkut reaksi otak dalam mengolah dan menterjemahkan  suara ini ditemukan sekitar 20 tahun lalu.

Misophonia untuk pertama kalinya berhasil diidentifikasi pada tahun 1997 oleh seorang ahli suara yang bernama Marsha Johnson dan menamakannya dengan 4S atau yang dikenal sebagai 'Selective Sound Sensitivity Syndrome'.

Pada tahun 2000 untuk pertama kalinya dipakai istilah misohonia oleh pasangan peneliti Margaret dan  Pawel Jastreboff dari  Emory University.

Kelainan ini biasanya mulai muncul pada usia 9-13 tahun dan lebih umum terjadi pada  perempuan dan akan bertambah parah dengan semakin bertambahnya usia.  Gejala ini umumnya muncul tiba tiba dan sama sekali tidak ada hubungan dengan kejadian tertentu.

Sampai saat ini memang belum dikatahui secara pasti penyebabnya, namun sudah dipastikan bukan disebabkan oleh kelainan pada telinga.  Diduga kelainan ini merupakan kombinasi antara faktor fisik dan mental.  Kelainan ini juga dapat terkait dengan reaksi otak terhadap suara dan juga reaksi  spontan dari tubuh.

Kelainan ini memang sulit untuk didiagnosa secara klinis dan seringkali terjadi kesalahan diagnosa karena sulit membedakannya dengan kegelisahan, bipolar ataupun obsessive-compulsive disorder.

Misophonia ini berbeda dengan kalainan yang dinamakan dengan 'hyperacuisis', yaitu kondisi dimana suara biasa terdengar sangat keras dan menyakitkan, ataupun 'tinnitus' yaitu kelaianan seperti mendengar suara di telinga, namun sebenarnya terjadi di otak.

Pada tahun 2017 hasil studi menunjukkan bahwa penderita misophonia mengalami abnormalitas berupa aktivitas yang tinggi di wilayah otak yang dinamakan anterior insular cortex jika terkespos pada suara. Bagian otak ini berhubungan dengan kesadaran kita untuk  memusatkan perhatian.

Pusat otak yang mengolah suara akan berekasi lebih aktif pada penderita misophonia jika mendengar suara.  Hasil scan otak juga menunjukkan adanya hyperconnectivity  antara sistem pendengaran dan sistem pengolah emosi.

Bagaimana cara mengatasinya?

Orang yang mengalami kelainan seperti ini sebaiknya melakukan sound therapy dan mengkobinasikannya dengan melakukan  konseling psikologis.

Penderita juga dapat dibantu dengan alat pendengaran yang mengeluarkan suara sejenis suara air terjun untuk mengurangi pemicu dan mengurangi reaksi emosi terhadap suara.

Treatmen lain yang biasa dilakukan adalah terapi bicara dan juga menggunaan obat antidepresi.

Cara hidup keseharian penderia kelaianan ini perlu juga diperhatikan seperti misalnya memperbanyak olahraga, memperbanyak tidur, memakai penutup telinga dan mengendalikan stress. Penyediaan ruang khusus di rumah yang tenang dan bebas dari kebisingan akan sangat membantu penderia.

Rujukan: satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun