Ada peristiwa yang sangat menarik ketika Julia Martinez and Adrian Vickers pakar tentang sejarah Indonesia pengarang dari buku The Pearl Frontier: Indonesian Labor and Indigenous Encounters in Australia Northern Trading Network menjadi pembicara di The Broome Historical Museum pada tahun 2010.
Saat itu seorang tetua terpandang Aborigin bernama Susan Edgar (Majardee) menanyakan kepada Julia apakah masih menyimpan photo Abdoel Gafoer yang menjadi salah satu frontier dan tokoh sentral dalam sejarah pekerja Indonesia di Australia. Atas permintaan tersebut Julia menunjukkan photo seorang pemuda asal Alor. Sontak saja tetua aborigin ini mengatakan “:That’s my Bapa”. Susan memang mengetahui betul bahwa dia adalah hasil perkawinan campuran antara seorang ibu aborigin dan bapak asal Alor.
Saat itu bagian timur Indonesia memang merupakan jalur sibuk lalu lintas orang Eropa sejak Portugis mencari dan menemukan rempah-rempah di sana. Sampai dengan abad ke 19 pulau pulau di Indonesia Timur masih dalam kekuasaan dan koloni Portugis dan Belanda.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa pihak pengusaha mutiara di Australia saat itu dalam merekrut tenaga kerja penyelam sama sekali tidak mempertimbangkan hukum yang berlaku di tempat asal pekerja, yaitu pemerintah Belanda, karena pertimbangan utamanya adalah keuntungan dari industri mutiara ini.
Era pencarian mutiara berkembang di wilayah utara Australia di era tahun 1860 – 1870 an. Saat itu mutiara merupakan bisnis yang sangat menguntungkan. Pada tahun 1870 pemerintah kerajaan Inggris tercatat mengimpor kerang mutiara sebanyak 1.500 ton yang berasal dari Sri Langka, Sulu dan Aru dan didambah dengan wilayah utara Australia.
Kerang mutiara ini kemudian oleh Inggris diekspor ke perancis dan Austria untuk mendapatkan keuntungan. Harga kerang mutiara saat itu per ton adalah 35-85 poundsterling per ton, sedangkan harga Kerang mutiara asal Australia adalah 200-250 pounds sterling per ton. Kerang mutiara ini kemudian diolah menjadi kancing dan asesori lainnya untuk fashion kalangan kelas atas.
Salah satu mutiara yang ditemukan hasil penyelaman di wilayah Australia Barat seberat 45 gram dijual di London pada tahun 1884 seharga 900 pound sterling. Dua tahun kemudian dibeli kembali seharga 1500 pounds sterling untuk pembuatan kalung dan akhirnya kalung ini di jual ke perusahaan Tiffany & Company seharga 10.000 pounds Sterling.
Tidak hanya sampai disitu saja era ini juga menandakan terjadinya interaksi dan percampuran antara aborigin dengan ras Melanesia asal wilayah timur Indonesia.
Sayangnya menurut Julia Martinez dan Adrian Vickers pakar sejarah Indonesia ini, saat itu legalitas para pekerja Indonesia ini walaupun banyak di antaranya sudah menetap lama dan kawin dengan masyarakat lokal, status kependudukannya masih mengambang dan mengalami kesulitan diakui sebagai warga negara Australia. Abdoel Gafoer saat itu mengalami perjuangan yang sangat panjang untuk mendapatkan haknya tinggal di Australia bersama anaknya Susan Edgar dan istrinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H