Jika kita pergi belanja dan mencermati label kandungan bahan baik produk makanan, kosmetika dll, maka akan jelas tergambar betapa masifnya penggunaan minyak kelapa sawit ini di dunia terutama di wilayah Asia termasuk Indonesia.
Produk-produk yang menggunakan bahan dari minyak kelapa sawit atau turunannya seperti ethylhexyl palmitate sangat masih seperti yang kita jumpai pada kosmetik, deterjen, makanan, kue, minyak goreng, coklat, margarin, sabun, dll. Hal ini berarti pada umumnya rumah tangga di berbagai negara terutama di belahan bumi selatan paling tidak bersinggungan dengan minyak kelapa sawit ini.
Memang dalam dekade terakhir minyak kelapa sawit digunakan juga sebagai bahan pembuatan biodiesel, namun hanya dalam jumlah yang sangat kecil, yaitu hanya mencapai 5% dari produksi biodiesel secara keseluruhan.
Namun seiring dengan semakin masifnya penggunaan minyak kelapa sawit dan turunannya angin kencang kampanye penentang penggunaan minyak kelapa sawit ini semakin besar pula. Tantangan untuk menyerang produk kelapa sawit ini umumnya datang dari industri minyak tumbuhan yang diklaim lebih ramah lingkungan seperti canola, jagung, kacang tanah dan bunga matahari. Kubu penentang kelapa sawit ini umumnya datang dari kalangan industri dari benua Eropa dan Amerika.
Pesatnya perkembangan industri kelapa sawit
Industri kelapa sawit memang telah mendatangkan devisa yang sangat besar bagi negara negara produsennya. Sejak abad ke-19 tanaman kelapa sawit yang aslinya berasal dari Afrika Barat ini telah dikembangkan di wilayah Asia Timur dan bahkan terus merembat ke wilayah hutan tropis seperti di Kongo, Kolumbia dan Peru.
Indonesia dan Malaysia tercatat sebagai dua raksasa pemasok minyak sawit dunia yaitu mencapai hampir 90% produksi minyak sawit dunia. Malaysia yang semula menjadi negara produsen minyak sawit dunia, sejak tahun 2006 telah dikalahkan oleh Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia.
Data pada tahun 2014 menunjukkan bahwa Indonesia memproduksi minyak sawit mencapai 47% dari produksi minyak sawit dunia, diikuti oleh Malaysia sebesar 37% dan sisanya sebesar 16 % diproduksi oleh negara negara lain di dunia.
Kampanye menentang industri kepala sawit
Isu utama yang digunakan untuk menentang perkembangan industri kelapa sawit adalah deforestasi, di mana terjadi pembersihan lahan secara besar besaran yang tadinya adalah lahan hutan tropis. Pengalihan fungsi lahan dari hutan menjadi tanaman kelapa sawit berakibat pada kehilangan bidodiversitas, polusi, pengambil alihan lahan tradisional yang tidak jarang berujung pada pelanggaran hak azasi manusia.
Bagi kelompok penentang industri kelapa sawit, Indonesia dicatat sebagai negara nomor dua yang paling tinggi angka deforestasi nya setelah Brazil. Pada kurun waktu 2000-2010 saja, setiap tahunnya diperkirakan Indonesia kehilangan hutan tropisnya seluas 820.000 hektar.Â
Memang seberapa besar industri kelapa sawit di Indonesia berperan dalam kehilangan hutan tropis ini sangatlah sulit dihitung secara pasti, namun diperkirakan industri kelapa sawit berkontribusi sebesar 10-16 % dalam 2 dekade terakhir ini. Saat ini saja diperkirakan luasan lahan perkebunan sawit di Indonesia mencapai 4,1 juta hektar dan perluasan lahan sawit yang paling agresif terjadi pada kurun waktu 1990-2005 yang lalu.
Kelapa sawit memang merupakan sumber vitamin E yang lebih baik jika dibandingkan dengan minyak lainnya seperti minyak zaitun, minyak bunga matahari, minyak canola dan minyak kelapa. Di samping itu minyak sawit mengandung antioksidan seperti carotenoids dan tocotrienols yang dapat berfungsi untuk melindungi kanker tipe tertentu seperti yang dipublikasi di European Journal of Lipid Science and Technology.
Jadi tampaknya argumentasi kerusakan lingkungan lebih dominan jika dibandingkan dengan isu kesehatan dalam upaya menentang keberadaan industri sawit ini.
Bagaimana solusinya?
Mengingat industri sawit utama dunia dikembangkan di lahan hutan tropis yang sudah dialihfungsikan, maka isu deforesasi ini menjadi sorotan dunia mengingat hutan tropis itu bukan hanya milik negara yang bersangkutan namun telah menjadi paru-paru dunia. Kebakaran hutan dalam pembersihan lahan menambah parah kerusakan lingkungan dan polusi.
Memang ada yang berargumentasi bahwa suara yang menentang keberadaan industri sawit dunia timbul akibat persaingan dagang global mengingat jika industri kelapa sawit ini terus berkembang maka akan membahayakan industri minyak lainnya seperti canola dan bunga matahari yang umumnya dikembangkan di Amerika dan Eropa.
Ke depan, tanpa upaya pengembangan teknologi industri kelapa sawit yang berkelanjutan, maka industri kelapa sawit dunia akan terancam keberadaannya. Pelarangan dan pemboikotan pembelian minyak kepala sawit di negara negara besar di Amerika dan di Eropa secara total akan menghantam industri sawit.
Oleh sebab itu, pengembangan teknologi pembibitan dan teknik budidaya dan proteksi lingkungan sangat diperlukan untuk menjadikan perkebunan kelapa sawit yang produktivitasnya dapat dipertahankan dalam jangka panjang tanpa terus menerus harus membuka lahan baru terutama merambah hutan tropis.
Rujukan : Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H