Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Rodrigo Duterte: Presiden Filipina yang Anti Preman dan Kriminilitas

12 Juni 2016   17:11 Diperbarui: 13 Juni 2016   15:55 1357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Philipina terpilih Rodrigo Duterte terkenal anti preman, kriminal dan penyakit sosial. Photo: Manman Dejeto/AFP/Getty

Banyak yang mencibir ketika Rodrigo Duterte yang kota Davao ini menjadi salah satu kandidat presiden Filipina. Keraguan orang terhadap mantan Wali Kota Davao ini memang cukup berasalan, karena Rodrigo memang masuk dalam radarnya para penggiat Hak Asasi manusia karena aksi kerasnya terhadap kelompok kriminal dan penyakit masyarakat lainnya di Davao.

Rodrigo yang dijuluki 'The Punisher' yang tampak sangat sederhana ini memang terkenal sangat keras anti preman dan pelaku kejahatan lainnya tidak jarang langsung turun lapang ikut serta dalam operasi preman dan memberikan hukuman yang sangat berat terhadap para pelaku kriminal dan penyakit masyarakat. Setelah berhasil ditangkap para pelaku kejahatan ini diberikan hukuman yang sangat berat, termasuk di dalamnya ditembak mati.

Kota Davao yang terletak di Kepulauan Mindanao ini memang menjadi pusat kriminal, penyelundupan, perdagangan narkoba dan perompak yang tingkat kriminalitasnya sangat tinggi. Rodrigo memilik cara yang sangat ekstrem untuk membasmi para pelaku kriminal ini, mengingat hukum yang berlaku tidak berdaya menghadapi ulah para pelaku kriminal ini.

Rodrigo memang mengambil langkah ekstrim yaitu untuk membentuk pasukan khusus untuk memburu, menangkap dan mambasmi para pelaku kriminal ini yang dikenal dengan Davao Death Squad. Pada periode tahun 2005-2008 saja tercatat sebanyak 720 preman menghilang yang diduga langsung dieksekusi mati oleh pasukan ini. Kebijakan ini hampir sama seperti yang terjadi di Indonesia era pemerintahan Soeharto yang saat itu dikenal dengan kebijakan penembakan misterius (Petrus) di era tahun 1980-an.

Hasilnya, dalam waktu yang relatif singkat, wilayah dan Kota Davao yang tadinya terkenal sebagai kota pembunuh dan kriminal kini berubah menjadi kota pariwisata yang dijuluki sebagai kota teraman di wilayah Asia Tenggara.

Dalam kampanyenya selama masa pemilihan presiden lalu, Rodrigo berkata sangat lantang dan bersumpah , bahwa jika terpilih menjadi presiden dia akan mengejar, membasmi dan membumi hanguskan para pelaku kriminal dari dari bumi Filipina. Tingkat kejahatan di Filipina yang berpenduduk sekitar 90 juta orang tersebut memang sangat kronis ditinjau dari segi kriminalitas, alkohol, pelacuran, serta keterlibatan anak di bawah umur dalam kejahatan.

Kota Manila yang berpenduduk sebanyak 12 juta ini dinilai sudah tidak berdaya lagi menghadapi tingkat kriminal yang sangat tinggi. Oleh sebab itu, walaupun banyak kalangan termasuk kalangan gereja, masyarakat menaruh harapan baru padanya bagi masa depan Filipina di masa mendatang.

Selama masa kampanye beberapa kali dia bersingungan dengan pimpinan gereja yang selama ini jarang ada pimpinan Filipina yang memilih berseberangan dengan pimpinan agama. Janji Rodrigo yang akan menghidupkan hukuman mati membuat dia bergesekan langsung dengan pimpinan agama yang menetang keras.

Rodrigo menyatakan bahwa dia akan menentang pihak gereja dan pimpinan agama yang tidak memperbolehkan membatasi kelahiran mengingat saat ini Filipina sudah kebanyakan pendudukan. Bahkan dia menyatakan bahwa pimpinan gereja hipokrit dalam membiarkan ledakan penduduk.

Kata kata kasarnya dan ancaman langsung untuk menghabisi para pelaku kriminal yang meresahkan masyarakat ini dianggap tidak pantas dan melanggar nilai kemanusiaan oleh sebagian pihak. Namun bagi Rondrigo yang dikenal sebagai pimpinan 'out law' ini niatnya sudah sangat kuat untuk membumi hanguskan preman di Filipina.

Tidak hanya sampai di situ. Ketika pihak militer menetang upayanya untuk melakukan rekonsilasi dengan kelompok pemberontak Komunis Filipina, dia mengatakan supaya pihak militer untuk menutup mulutnya. Kata-kata kasar yang ditujukan kepada pelaku kriminal dan penentang kebijakan yang akan dilakukakannya seperti, “Don’t fuck with me”, “Shut up”, “Sons of whores”, dan banyak lagi kata kasar lainnya langsung diucapkannya tanpa tedeng aling aling.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun