Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Trik Perusahaan Rokok Raksasa dalam Mengurangi Dampak Kampanye Anti Rokok

9 Mei 2016   10:10 Diperbarui: 9 Mei 2016   10:16 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo: best-e-cigarette-guide.com

Sangat menarik memang jika kita mengamati berbagai cara yang dilakukan para raksasa perusahan rokok internasional agar dapat bertahan dan mengembangkan usahanya di tengah-tengah tekanan kampanye anti rokok yang melanda dunia saat ini, terutama di negara negara berkembang.

Terungkap salah satu rahasia yang dilakukan oleh perusahaan rokok internasional, yaitu dengan memusatkan perhatiannya pada negara-negara berkembang yang aturan terkait dengan rokok masih longgar. 

Cara-cara yang dilakukan oleh perusahaan ini terungkap dalam publikasi ilmiah karya Julia Smith dkk yang berjudul ‘Public enemy no. 1’: Tobacco industry funding for the AIDS response yang dipublikasikan pada tanggal 29 Maret 2016 lalu di  Journal of Social Aspects of HIV/AIDS yang ditulis berdasarkan informasi yang ada pada  14 juta dokumen terkait dengan litigasi antara pemerintah Amerika dengan perusahaan rokok.

Salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan rokok internasional ini adalah dengan melakukan lobby melalui pembiayaan dan inisiatif untuk melawan AIDS. Melalui cara ini mereka berusaha keras untuk mencegah dikeluarkannya aturan anti rokok di negara-negara berkembang.

Dalam laporan  tersebut terungkap bagaimana selama 50 tahun terakhir ini perusahaan rokok raksasa dunia secara tidak langsung mencegah agar aturan anti rokok ini tidak dibuat di negera-negara berkembang.

Di wilayah Amerika Latin dan Sub Sahara Afrika, Perusahaan rokok Phillip Morris dan British American Tobacco membungkus langkahnya dengan dukungan kampanye pencegahan AIDS dalam upayanya agar badan kesehatan dunia WHO gagal menghasilkan konvensi yang disebut dengan the World Health Organization’s Framework Convention on Tobacco Control, namun  akhirnya konvensi ini berhasil diadopsi pada tahun 2003.

Langkah yang dilakukan oleh perusahaan raksasa ini terkait dengan ancaman penurunan penjualan rokok yang sangat signifikan seiring dengan makin gencarnya kampanye anti rokok.   Sebagai contoh di erah tahun 1990 an di Amerika dan Eropa Barat pemerintah sudah gencar membatasi peredaran rokok, akibatnya perusahaan ini mengubah  arah targetnya ke Asia, Afrika dan Amerika latin dimana aturan larangan merokok  masih sangat lemah.

Contoh lain langkah yang dilakukan oleh perusahaan rokok ini, pada tahun 1992 British American Tobacco (BAT) mensponsori konser musik dan pertandingan sepakbola untuk memperomosikan keperdulian terhadap AIDS di Argentina yang acaranya bersamaan dengan  the World Conference on Tobacco or Health di Buenos Aires untuk memecah perhatian perhatian.

Disebutkan juga bagaimana cara BAT untuk mendesidkreditkan WHO dengan menyatakan bahwa mentargetkan pembatasan rokok di negara berkembang merupakan langkah yang salah kaprah karena akan memberikan tekanan terhadap kampanye kesehatan lainnya.

Pada tahun 1990 an di  Amerika perusahaan rokok membiayai perjuangan hak  organisasi lesbian dan lesbian dan juga penanggulangan AIDS, sampai pada suatu saat organisasi AIDS mempertanyakan tujuan perusahaan tersebut membiayai berbagai aktivitas ini.

Bagaimana dengan di Indonesia ?

Keberadaan industri rokok di Indonesia memang bagai buah simalakama.  Di satu sisi pemerintah  memerlukan penghasilan dari cukai rokok, tapi di lain pihak pemerintah juga harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit terkait penanggulangan penyakit terkait dengan rokok ini.

Situasi seperti ini memang pernah dialami oleh negara-negara yang sudah maju dalam pembatasan aturan peredaran rokoknya dimana saat itu pemerintahnya lebih berat pada penerimaan dari industri rokok.

Namun seiring dengan bertambah baiknya  ekonomi negara dan jaminan kesehatan, maka negara-negara ini sudah mulai sadar bahwa penghasilan yang didapat dari cukai rokok ini tidak sebanding dengan penyakit yang ditimbulkannya yang memerlukan biaya yang besar dan menggerus penghasilan negara dalam bentuk jaminan biaya pengobatan dll.

Kampanye anti rokok di tempat umum yang dilakukan oleh Indonesia saat ini memang  patut  diapreasiasi, namun tampaknya kampanye ini belum berdampak besar mengingat masih bebasnya rokok dijual.

Mudah mudahan ke depan dengan semakin membaiknya perekonomian nasional pendapatan dari cukai rokok ini dan juga sumber lapangan pekerjaan yang terkait dengan industri rokok tidak lagi menjadi andalan pemerintah.

Pada saat itulah Indonesia akan hidup lebih sehat dan mendapat apresiasi dunia sebagai salah satu negara yang berada di garis depan dalam membatasi peredaran rokok.

Sumber :  Satu, Dua, Tiga, empat, lima

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun