Sigmatisasi gangguan gangguan kejiwaan ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang pada umumnya sangat erat kaitannya dengan budaya.  Terdapat juga kepercayaan bahwa gangguan mental ini terkait dengan faktor keturunan yang mempengaruhi  kalangan masyarakat  tertentu dalam memutuskan untuk kawin dan memiliki anak.
[caption caption="Banyak penderita gangguan jiwa di dunia tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang memadai. | Sumber: WHO"]
[caption caption="Pria penderita gangguan mental di Cianjur ini  selama 15 tahun dirantai dan ditempatkan di belakang rumah  keluarga. | Photo: Human Right Watch, CNN"]
Bagaimana dengan di Indonesia?
Menurut catatan WHO saat ini di Indonesia terdapat 48 rumah sakit jiwa dan lebih dari setengahnya berada di empat provinsi. Â Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta orang diperkirakan jumlah psychiatrist yang dimiliki Indonesia hanya 800 orang saja. Â Hal ini berarti hanya tersedia 1 orang psychiatrist untuk setiap 300.000 penduduk.
Berdasarkan laporan dari Human Rights Watch yang baru dikeluarkan hari senin lalu, terdapat sekitar 57.000 orang penderita gangguan jiwa paling tidak pernah sekali dalam kehidupannya mengalami isolasi. Walaupun praktek pemasungan sudah dilarang sejak tahun 1977, namun dalam prakteknya menurut Human Rights Watch masih terdapat sekitar 18.800 orang yang dipasung saat ini.
Jumlah penderita gangguan jiwa yang mengalami isolasi maupun pemasungan di Indonesia yang dikemukan oleh Human Rights Watch ini  memang belum tentu akurat, namun paling tidak laporan ini dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa di Indonesia.
Di masa mendatang pemerintah diharapkan dapat mempertajam program pelayanan kesehatan dan sosial yang menyangkut penderita gangguan mental ini agar tidak menjadi kelompok masyarakat yang termajinalkan
Rujukan :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H