[caption caption="Sumber: www.harianindo.com"][/caption]"Itu bukan tanda tangan saya. Saya memang ke Manado. Karena Pak ARB ada kunjungan ke sana," ujar Novanto.
"Saya saat itu ke Manado. Jadi saya tidak tahu. Pasti ada orang yang sengaja itu," kata Novanto dalam perbincangan, Kamis (25/2/2016).
"Saya tidak mengerti yang tanda tangan siapa. Ini ada yang sengaja," tambahnya.
Novanto menegaskan tidak meminta orang lain menandatangani absen itu. Stafnya pun juga tidak melakukan hal tersebut.
"Di sekretariat sudah saya cek, tidak ada (yang tanda tangan)," ucap mantan ketua DPR ini.”
Itulah kira kira penjelasan Setya Novanto terkait ramainya pembicaraan di media sosial terkait beredarnya photo daftar hadir sidang DPR padahal yang bersangkutan pada saat yang bersamaan sedang berada di luar Jakarta.
Mengenai kasus ini biarlah pihak berwenang yang akan mencari kebenaran terkait tanda tangan ini dan tentu harapannya sebentar lagi ada titik terang siapa sebenarnya yang menandatanginya.
Fenomena titip tandatangan tampaknya sudah membudaya sejak di kampus. Sistem tandatangan daftar hadir dalam setiap kuliah dan praktikum di hampir semua kampus di Indonesia sudah umum. Bahkan seorang mahasiswa tidak dapat ikut ujian jika kehadirannya kurang dari persentase tertentu yang disyaratkan.
Sebenarnya seorang dosen yang baik dan cara mengajarnya yang menarik tidak perlu mengedarkan daftar hadir karena dapat dipastikan mahasiswa akan berebut duduk di depan untuk mendengarkan kuliahnya. Namun sistem tidak memperoblehkan dosen untuk tidak melakukan absensi.
Sayangnya kewajiban membuat daftar hadir perkuliahan sebagai bukti bahwa dosen sudah mengajar dan mahasiswa sudah hadir justru menciptakan budaya kebohongan intelektual dengan menitipkan tanda tangan agar dirinya tidak kena batasan minimum kehadiran yang disyaratkan.
Kehebohan di kalangan dosenpun terjadi ketika misalnya dosen mulai dicacat kehadirannya melalui sistem elektronik fingerprint yang juga dilengkapi kamera untuk mengambil photo orang yang melakukan finger print. Di kampus yang baru menerapkan sistem finger print untuk mencatat kehadiran banyak mengalir komentar yang keluar dari dosen yang mengatakan keberatan karena menganggap dosen sebagai buruh saja harus pakai absen segala.